Hidup bisa jadi berat atas
kompleksitas masalah sedang dihadapi di jagat maya ini. Berat
karena banyak keinginan, harapan , asa, dan ekpektasi untuk memenuhi
sensual dan kreasi si “maya” yang mengakomodasi the worldy
life - hidup keduniawian - yang lebih kental. Maka, ketika orientasi kehidupan
kita mayoritas terkosentrasi pada domain duniawi , maka pastinya
memang hidup itu tidak ringan. Karena itu, jalani saja dengan kesabaran ,
legowo, iklas dengan total surrender - penyerahan diri total kepada Mahadewa.
Karena hakekatnya diri kita adalah sat / kebenaran, cit / kesadaran dan ananda/
kebahagiaan. Nikmati dan sadari esensi diri kita itu , sebab apapun
yang terjadi termasuk berat sekalipun, pasti akan berlalu. Realitas
nya, perubahan itu lah yang abadi. Tak ada yang stagnan, semua
tatanan rta memenuhi alur nya dan pastinya berputar dan bergulir dinamis.
Karena itu sangat tak bijak, jika kesedihan itu terlalu lama diratapi.
Sebab, sejatinya Kebahagian itu selalu melekat. Anandam itu sejatinya berada ,
tidak jauh karena menghuni hrdaya diri kita, dalam wujud atma/ shiva/ kasih,
omkara, svalingga, krishna, narayana, ganesha dll. Keberadaan Tuhan, sesuai
Weda dan sastra sastra itu disebutkan senantiasa inmanen / melekat
, tidak terpisahkan dengan diri kita. Kalau kemudian
eksistensi kebenaran hakiki Hyang Widhi itu berada di hrdaya di hati ini
tidak dirasakan, bisa jadi masih berjarak. Hal itu karena sinyal sinyal
kepekaan dalam diri belum terbuka sebagai akibat sangat jarang kita
lakukan japa, apalagi dyana , atma vicara , total surrender - penyerahan
diri total dan juga seva atau pelayanan. Perlu sekali penyadaran itu
diwujudkan dengan cara membuka labirin melalui action nyata
melayani. Dan seva , pelayanan yang dilakukan itu harus disertai
afirmasi, kesadaran ketuhanan. Visi jnana agni harus menjadi kesadaran
yang melekat bahwa kita dalam melakukan pelayanan itu sejatinya melayani Shiva
yang dalam diri dan Tuhan yang bersthana dalam wujud / mahluk lain.
“Menyadari substansi tat twan asi, dan vasudeva khutumbhakam “ Contoh, Krishna,
adalah maha avathara. Sosok Mahavatara sudah pasti kesadarannya sudah tak
terikat karma/ hasil lagi atas pekerjaan apapun yang dilakukan. Untuk menyadari
elevasi kesadaran, maka pelayanan harus dijadikan abhyasa. Jangan, selalu
dilayani, dibantu sebab seorang seeker sejati bukan lah raja, melainkan
seorang yang kuat, tangguh, smart, bijaksana, good character dan selalu
seva. Menjadi, dwijati, pandita, idealnya seperti mahayogi, sadhu, rishi
, siddha, aghori mereka - mereka itu dengan kesadaran penuh melayani
dengan visi action total surrender. Seperti contoh yang sangat
menginspirasi diberikan Krishna, dengan jadi kusirnya sang Pahlawan Panah
mumpuni Arjuna, dalam Perang Mahabharata di Kuruksetra, di daerah
negara bagian Haryana, India, sekarang. Bahkan, membawa sandal nya Drupadi,
ketika ibu nya Pancakumara itu mohon restu kepada Kakek Bhisma, agar suami
suaminya keesokan harinya jangan dibunuh, atas cinta kasih Drupadi
mendedikasikan hidupnya kepada Panca Pandava, itu Bhagawan Bhisma
akhirnya memberikan restu dengan tidak menghabisi lima cucu nya dari Raja Pandu
itu, sehingga Drupadi tidak menjadi janda. Kemudian, saat usai penobatan Raja
Diraja / Kaisar Prabu Yudishtira, Sri Krishna, bukan nya duduk manis, padahal
sudah disiapkan kursi. Melainkan, Kesava justru mengambil sapu, membersihkan
aneka sampah berserakan pada prosesi agung Raja Sunya itu. Demikian hebat nya,
pelayanan alias seva itu. Giriram, sendiri bukan saja dapat inspirasi
dari sosok Mahaawatar Krishna, tetapi juga dua Sad guru dewa ku, Shirdi
dan Satya Sai. Dengan contoh melalui transformasi esoterik, hakekat seva.
Sesungguhnya, hakekat pelayanan itu memang sangat luhur, luar biasa. Bukan saja
anugerah anugerah duniawi tetapi berpahala mukti. Bisa dinayangkan, Tuhan
selalau melayani melakukan swadharmanya bukan saja 24 jam sehari
melainkan satu hari Brahma. Karena itu, jika Hyang Widhi/ Brahman stop bekerja
sedetik saja, maka dipastikan dunia ini akan pralaya. Nah, ketika pelayanan itu
disadari, dan tanpa ada pamerihnya, benar benar dilakukan dengan ketulusan dan
kemurnian hati, maka seorang seeker sejati itu bukan lagi
sosok Manawa, / manusia , tetapi dia menjelma Jadi Madawa/ Tuhan, karena
ia dengan penuh - total surrender — menyadari dirinya. Dia sudah
mencapai already got self realization alias Atma Saksatkara.
Oleh sebab itu, selalulah serve all love all , love ever and hurt never.
Om tat sat asthu Om Kham Brah.
Oleh : Acharya Rishi Sadhu
Giriramananda.