(Bagian Kelima dari
Enam Tulisan)
Oleh: Agni Premadas[1]
Untuk
membangun dan menumbuhkan konsentrasi selama bermeditasi, kamu harus mengurangi
keinginan-keinginan dan mengesampingkannya. Lihatlah segala sesuatu sebagai
saksi yang melihat tanpa menaruh kepentingan apapun dan jangan tercebur dan
terikat. Bila ikatan anggota tubuhmu telah dilepaskan, kamu akan merasakan
bahagia dan cerah (Svami Sathya Narayana).
Terdapat hubungan yang erat antara meditasi dengan
pengendalian pikiran. Swami Vivekananda menyatakan bahwa dengan bermeditasi
kita dilatih memusatkan pikiran pada obyek tertentu. Bila pikiran mendapatkan
konsentrasi atas satu obyek, maka ia dapat pula dikonsentrasikan terhadap
setiap obyek lainnya.
Sementara, dalam buku Dhyana Vahini
dijelaskan bahwa bila pikiran yang bertingkah dan lari ke segala arah
dipusatkan dalam perenungan Nama Tuhan (namasmaranam) akibatnya akan
seperti pemusatan sinar matahari melalui sekeping kaca pembesar, cahaya yang
bercerai berai terpusat menimbulkan api yang dapat membakar dan memusnahkan.
Demikian pula bila gelombang-gelombang pikiran, budi dan berbagai perasaan
manas terpusat melalui kaca pembesar atman, mereka akan mewujudkan diri sebagai
cahaya keilmuan Ilahi yang dapat membakar habis kejahatan dan memberi terang
sukacita.
Setiap orang dapat mencapai sukses dalam jabatan atau
pekerjaannya hanya dengan konsentrasi dan pemusatan perhatian dalam usaha.
Bahkan penyelesaian tugas yang paling remeh pun membutuhkan kualitas
konsentrasi. Thompson mengatakan bahwa,”pengalaman yang paling lama terkesan
dalam kesadaran adalah pengalaman yang disertai perhatian dan konsentrasi
penuh”. Seorang penulis lainnya mengatakan,”perhatian dan konsentrasi juga
sangat diperlukan bagi pengertian, karena tanpa adanya itu, maka ide dan
informasi yang masuk pikiran/ batin tidak meninggalkan bekas. Selain itu,
ingatan berhubungan erat dengan perhatian, orang yang kurang perhatian selalu
mempunyai ingatan yang lemah. Dr. Beatttie seperti dikutip Ramacharaka juga
mengatakan bahwa untuk mendapatkan hasil terbaik, seseorang harus melakukan
pekerjaan dengan penuh konsentrasi pada tugas yang dihadapinya tanpa membiarkan
pikiran atau ide lain mengganggu dirinya.
Pemusatan perhatian dan konsentrasi merupakan hal yang
mutlak dalam melakukan meditasi. Oleh Bannerman dikatakan bahwa Maharsi Mahesh
Yogi akhirnya menemukan sebuah metode yang sederhana yang dikenal dengan nama Trancendental
Meditation (TM). Metodenya: orang duduk dengan posisi enak, dengan mata
tertutup dan perhatian dipusatkan ke dalam diri mengontrol lingkungan internal.
Selanjutnya dicantingkan mantra sekitar 20 menit. Melalui metode ini seseorang
akan dapat berkonsentrasi dan berkomunikasi ke dalam untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Meditasi Tao kurang lebih juga memberikan penekanan yang serupa. Metode ini
seperti dilukiskan oleh Rouselle memusatkan perhatian pada pusat tubuh di
sekitar pusar (umbilikus). Setiap pikiran yang muncul harus “diletakkan”
dalam pusat tubuh ini. Keadaan ini dikenal dengan sebutan kesadaran dengan
imajinasi telah dialihkan ke solar plexus. Prosedur ini khususnya membantu
meningkatkan vitalitas dan kekuatan yang berasal dari perut.
Wienpahl memberikan gambaran untuk melatih konsentrasi pada pernafasan
sebagaimana dilakukan pada latihan Zen di Jepang. Bernafas melalui hidung
dengan menarik nafas sebanyak yang dibutuhkan dan membiarkan udara masuk dengan
mengembangkan diafragma. Jangan diperintahkan masuk tetapi biarkanlah datang
sendiri. Selanjutnya keluarkan nafas pelan-pelan, secara komplit dan
menyeluruh. Pada saat mengeluarkan nafas disertai menghitung ‘satu’. Kemudian
tariklah nafas lagi dengan cara yang sama, saat menghembuskan nafas dengan
pelan kembali menghitung ‘dua’. Begitu seterusnya hingga ke hitungan ke
sepuluh. Mungkin kita akan mendapatkan kesukaran dalam menghitung, karena
pikiran selalu ingin mengembara. Bila itu terjadi, berusahalah membawa kembali
pikiran pada proses menghitung. Setelah sukses dengan latihan ini, dapat
dilanjutkan dengan latihan berikut. Pada saat mengeluarkan nafas dan menghitung
‘satu’, bayangkan ‘satu’ di perut. Lakukan pula untuk ‘dua’ dan letakkan di
sebelah ‘satu’ dan seterusnya hingga hitungan kesepuluh. Selanjutnya akan
terasa bahwa pikiran itu sendiri telah turut terbawa turun ke perut.
Latihan konsentrasi melalui meditasi juga dapat dilakukan
dengan metode yang dikembangkan oleh Swami Vivekananda. Pertama-tama,
praktek meditasi haruslah melalui satu obyek tertentu sebagai umpan pikiran.
Satu waktu pusatkan pikiran misalnya pada satu titik hitam. Akhirnya, secara
bertahap titik itu tidak terlihat lagi dan kita tidak menyadari bahwa
titik itu ada di hadapan kita. Pikiran tidak ada lagi, tidak timbul gelombang
kerja, segala-galanya merupakan “samudra” tanpa batas. Apabila kita sudah bisa
sampai pada keadaan ini, pikiran sudah memasuki tingkat kebenaran diluar batas
perasaan. Dengan begitu, praktek meditasi sekalipun dengan suatu obyek lahir
yang tidak berarti, akan mengarah pada kosentrasi batin.
Konsentrasi (avadhana) diperlukan untuk memahami setiap hal dengan baik.
Mengarahkan dan menetapkan perhatian kesuatu hal disebut ekagatha. Ini juga
merupakan suatu keadaan pikiran. Caranya, seperti dijelaskan oleh Svami Sathya
Narayana, adalah dengan melakukan konsentrasi terhadap realitas diri kita
setiap hari dalam meditasi. Ikuti secara teguh setiap hari, waktu, tempat dan
posisi, semuanya tak berubah. Kemudian faktor-faktor pengganggu dengan mudah
ditaklukkan dan dijinakkan. Dikatakan : pertama-tama kerinduan, kemudian
menetapkan tujuan, setelah itu konsentrasi dan melalui disiplin, tercapailah
penaklukan pikiran.
Dengan
meditasi, pikiran disamping bisa konsentrasi, sesungguhnya juga bisa berada
dalam keadaan tenang, bahkan benar-benar tenang. Seperti sehelai daun yang diam
tidak bergerak selama tak ada hembusan angin badai rangsangan indera. Jika kita
tidak menurutinya, karena mengetahui hakekat pengaruh-pengaruh itu dan tidak
mau ambil peduli lagi, maka pikiran tidak akan bergoyang. Ven. Ajahn Chah
menegaskan mengenai hal ini dalam bukunya Meditasi: Jalan Menuju Kebebasan.
Dikatakan bahwa pikiran yang hakekatnya begitu suci dan tenang, karena tidak
terlatih menjadi begitu bodoh, hingga rangsangan indera datang menerpa dan
menjeratnya dalam maya, seperti: suka dan duka.
Semua
pengaruh indera itu sebetulnya bukan pikiran. Itu hanya suasana hati yang
datang memperdaya pikiran yang tidak terlatih dan menghanyutkannya. Itulah
sebabnya, mengapa Sang Buddha Gautama senantiasa mengarahkan pengikutnya untuk
lebih mengenal, mengamati dan mengendalikan pikiran.
[1] Ketua
Litbang Veda Poshana Ashram dan Dosen Universitas Warmadewa Denpasar