ADITYA
Perjalanan Karma Sang Wiku
Disini…… di tanah
ini, telah tersohor ke seantero negeri dengan nama Suranadi sekira 500 tahun
silam pernah ditapak oleh seorang Muni nan Sakti dengan salah satu abhiseka
beliau Danghyang Nirartha. Sebuah perjalanan suci tirthayatra sang Wiku untuk
menancapkan pilar-pilar Tirtha Veda sebagai aliran estafet sang pewaris Veda
untuk masa-masa berikutnya.
Perjalanan karma
Sang Sadhu tak pernah lenyap ditelan jaman, karena perjalanan suci itu adalah
merupakan wujud energy yang senantiasa ada nan abadi, yang wujudnya saja
berbeda-beda menyesuaikan dirinya dengan perjalanan sang waktu. Itulah hukum
kekekalan energy yang tradisi Veda menyebutnya seesha dan leluhur nusantara
menyebutnya yajnya sesha, agar kita senantiasa ingat bahwa dalam alam semesta
ini akan selalu ada yang namanya seesha atau sisa (bukan bekas), suatu sisa
energy dalam wujud yang berbeda, yang akan menjadi cikal bakal wujud-wujud
selanjutnya. Itulah sebabnya seesha itu adalah kekal adanya….anantaseesha,
dimana diatasnya berbaring Sang Maha Kuasa yang penuh cinta kasih dan yajnya
tanpa henti.
Lima abad kemudian,
tepatnya padi hari Kamis 02 Juni 2016 di daerah ini di Pura Kayangan Jagat
Suranadi pernah diadakan Upacara Ngelinggihang Weda bagi enam orang Pandita
baru Veda Poshana Ashram, murid-murid dari Sang Swargi Ida Pedanda Nabe Gde
Ketut Sebali Tianyar Arimbawa yang merupakan keturunan langsung dari Sang Sadhu
Danghyang Dwijendra, merupakan perjalanan karma yang mengisyaratkan kembalinya
Sang Danghyang di jaman milenial.
Jelas merupakan
talian karma, karena itu merupakan kali pertama sebuah upacara suci
Ngelinggihang Veda dilaksanakan di sebuah Pura penyungsungan Jagat, bagian dari
untaian perjalanan karma tersebut yang tentunya hanya perubahan bentuk energy-lah
yang bisa membuatnya nyata ada, seesha yang membuatnya kembali ada.
Tiga tahun kemudian
perjalanan sang karma kembali lagi ke tanah Suranadi melalui perubahan energy sang seesha dalam wujud Mahasanti Puja ke XI
yang dilaksanakan mulai tanggal 12 Desember hingga 25 Desember 2019, yang
dibawa oleh para punggawa Veda Poshana Ashram menuju sebuah Pura yang dipenuhi
aura gaib para leluhur, Pura Wana Giri Prako.
Masih dalam lingkup
kesucian Panca Tirtha Suranadi, yang ditancapkan oleh Tuan Guru Semeru nama
lain beliau Sang Wiku, dengan penuh kerendahan hati kami persembahkan
Mahasanthi Puja, dengan niat suci memohon kedamaian alam semesta beserta segala
isi dan penghuninya.
Hanya dengan segala
kerendahan hati sebuah bhakti akan menjadi indah, menjadi terang bercahaya,
menjadi panduan dalam perjalanan di masa kegelapan Kali Yuga.
Dari OM segalanya
berawal maka kepada OM segalanya akan kembali, dan diantara kedua masa awal dan
akhir tersebut kita sisipi dengan kidung indah OM TAT SAT dari Bhagavadgita
XVII.23.
om
tat sad iti nirdeso brahmanas tri vidhah smrtah
brahmanas
tena vedas ca yajnas ca vihitah pura
om
tat sat adalah asal muasal penciptaan dan kembalinya semua yang ada,
menunjukkan kebenaran mutlak
yang paling utama, yang melahirkan brahmana, veda dan yajnya, oleh
karenanya omkara senantiasa mengawali dan mengakhiri semua kegiatan yajnya dan
sebagai wujud bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
Disini, di tanah Lombok
Mirah Sasak Adi, dengan keagungan seesha yang abadi, sang karma kembali bertali
untuk Sang Wiku,