Bersahabat Dengan Kematian


Gambar mungkin berisi: gunung, luar ruangan dan alam 
Kompilasi berbagai sumber oleh
Acharya Rishi Sadhu Giriramananda

TOPIK ini bisa jadi aneh. Biasanya secara duniawi orang diharapkan bersahabat dengan tokoh, pejabat, bigboss. La ... Ini kok rada aneh “Bersahabat dengan Kematian” Kenapa? sejatinya “kematian” itu keniscayaan, karena itu kesempatan hidup menjadi “mahluk paling utama di antara 8.400.000 di alam semesta” jangan disia siakan, tanpa berusaha berjuang eskra bershadana, agar benar benar siap lahir , batin dan spiritual menjalani kematian itu seperti , Rishi Markandeya, Naciketa, Sidharta dan Raja Parikesit.

Sejatinya, dalam peradaban rohani/ spiritual, kematian itu benar benar disadari, tidak adanya suatu ketidakterpisahan dari kehidupan itu sendiri. Sebab, Kematian ( mrtyu) itu adalah salah satu bagian integral dari janma (kelahiran) jara ( usia tua) , vyadhi ( penyakit) dan dukha ( duka citta). Di Bali dikenal suka, duka , lara dan pati, hidup ini berbekalkan prinsif ( bahagia, duka, sesangsara, dan kematian) . Nah .. manawa yang dibekali tripramana , bayu, sabda idep itu , sebagai mahkluk utama dengan tripramana di antara 8.400.000 spesies di jagat ini, Sang Bhakta, Shadaka, Yogi yang sudah mengerti tentang hakekat jiva ( jivasa tattva jijnasa), karena itu manawa yang hidup dalam peradaban , komunitas spiritual itu sejatinya telah merancang dengan baik, mempersiapkan diri sejak dini bagaimana cara kematian yang baik. Artinya menjadikan kehidupan yang diyakini merupakan kesengsaran ini, sebagai proses pendakian menuju kebebasan. Tujuan agama kita sendiri Atmanan moksartham jagadhita ya ca ity dharma ( mewujudkan kehidupan moksah di niskala dan jiwanmukta sejahtera dan bahagia di Bumi) Dharma sendiri dipahami sebagai jalan pergi ke Surga “ikang dharma ngaranya, henuning mara ring suarga ika” . Bagi manawa yang hidup di jalan peradaban rohani, yang sudah menyadari jalan “pembebasan” , dunia material ini tidak lagi sebagai hal “sensual” gemerlap yang harus diburu dengan ngoyo, melainkan kenyataanya adalah maya atau ilusi. Sebab, dalam perspektif dan apresiasinya, hidup di jagat ini atau dunia hanya menjalani menuntaskan karma masa - vasana dan samskara lalu - karena itu membosankan sebab merupakan tempat kematian (mrtyuloka) , tempat penderitaan (dukhalayan) kesementaraan ( asasvatam), dan penuh kayalan ( cancalan). Diyakini, dan disadari tidak ada kebahagiaan yang sejati atau kebahagian kekal abadi di sini. Karena itu, kematian dirindukan sebagai medium pembebasan, atau penyatuan mukti, kaivalya dengan Hyang Widhi, Sang Pencipa sumber tertinggi Kebahagian dan juga Keindahan ( sat cid ananda).

Namun penting wajib diingat konsep rindu mati ini, tidak dimaksudkan membenarkan tidakan bodoh “bunuh diri” . Jika tindakan konyol bunuh diri dilakukan sebagai usaha melepas dari penderitaan, maka hukumnya sangat mengerikan. Menderita di alam neraka 60 ribu tahun, bukan saja jiwa yang meninggal orang jadi mederita, termasuk yang membantu menurunkan , memikul, memprosesi jenasah orang mati bunuh diri, demikian juga Sang pandita pengantar prosesi terakhir juga terkena imbas vibrasi buruk tindakan nekadnya itu. 
Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih dan orang berdiri


Bebas dari Kematian ..
Manawa yang bersahabat dengan “kematian” itu sebetulnya bebas dari kematian. Sebab yang sangat merindukan kematian dengan cara baik itu adalah manawa yang menjalankan hari hari dengan teman dengan penuh cinta kasih dengan total surrender”
(maduria) kepada Tuhan/ Hyang Widhi, seperti halnya Para Gopi nya Krishna, Para Wiku Putus, Muni, Shidha, Sadhu, Aghori, Pertapa mengawal shadana ekstra mewujudkan kesejatian itu. Tiada lain Sahabat yang dirindukan sangat mendalam itu adalah Hyang Widhi. Mungkin dalam

persepsi lain diyakini sebagai Brahman, Paramashiva, Narayana , Hyang Tunggal, Acintya, Hyang Embang dll. Sebab hanya Hyang Widhi yang merupakan sahabat sejati di dunia ini. Seperti doa Veda yang memposisikan Hyang Widhi sebagai sahabat itu adalah. Twan Eva Mata Ca Pita Tvam Eva, Twam Eva Bhandosca Sakha Twan Eva , Twam Eva Vidyam Dravinam Tvam Eva , Twan Eva Sarwam Mama Deva Deva , Och Hyang Widhi “Engkau adalah Ibu, Engkau adalah Ayah, Engkau adalah Keluarga dan juga Sahabat,Engkau adalah Pengetahuan dan juga Kekayaan, Engkau adalah segala galanga,Oh Dewa Para Dewa, Tuhan Paramashiva” Dalam Bhagawad Gita , 5.9, Tuhan disebutkan “Suhridam Sarvabhutanam, merupakan sahabat paling utama seluruh mahluk hidup. Jadi, apabila manawa ini menyadari hakekat dirinya adalah Roh atau Atma yang kekal abadi dan bukan badan jasmani yang bersifat sementara “yan matutur ikang Atma rijatinya” ia akan bersdhana ekstra menurut pengertian itu, melakukan wairagya dan tyaga, meninggalkan paham paham material yang bersifat sementara. Dengan solusi itu, maka niscaya Sang Atma yang bersifat rohani, bahkan Tuhan di dalam diri ini , secara otomatis akan selalu dirindukan sebagai sumber kebahagian rohani. Karena itu kita mau tidak mau harus bersahabat dengan kematian itu sendiri.

Memuja Shiva ...
Daya kekuatan kematian merupakan suatu faktor adanya pemujaan salah satu dari trinitas Trimurti khususnya Shiva/ Pelebur. Sedangkan , Brahma/ Pencipta, Wisnu/ Pemelihara. Shiva merupakan Tuhan Trimurthi, penguasa kematian itu sendiri. Pemujaan kepada Shiva juga dihubungkan dengan tokoh Lubdaka. Padahal sang “Pemburu” itu banyak sekali melakukan tindakan “himsa” karma . Suatu saat si Pemburu, kemalamam di hutan. Lubdaka, sama sekali tidak menyadari tindakannya - mejagra, mempersembahkan bilva ke linggam - itu kelak setelah mati mendapat anugerah luar biasa dari Shiva. Kisah nya saat itu Lubdaka kemalaman dalam usaha menyelamatkan diri di hutan dari santapan harimau,Lubdaka memetik metik daun bilwa untuk mengusir rasa kantuknya. Nah .. , daun bilwa itu persis jatuh di atas linggayoni yang ada di samping telaga. Singkat ceritra, saat kematian roh Lubdaka, dibawa pasukan Yamadewa yang dipimpin Kingkarabala. Saat itu, Shiva mengutus Gan gan Pret - Gana gana dan preta preta .. juga . Perang perebutan roh Lubdaka tak terelakkan. Kemenangan sudah pasti di pihak anak buah Shiva . Roh Lubdaka kemudian dibawa dan mendapat anugerah ke Shivaloka, walau usaha shadana Jagra, menghaturkan daun bilwa kepada Lingga saat malam paling gelap Shivaratri itu dilakukan dengan tidak disadar. Namun karena bershadana Shivaratri pada hari spesial dan istimewa Shiva, makan anugerah luar biasa. Apalagi para bhakta, yogi, shadaka Shiva dengan konstruksi penuh kesadaran dan cintakasih merayakan hari suci Shivaratri dengan Tapasya, Jagra dan Persembahan Panca Amritam dan Bilwa itu, betapa anugerah nya??? . Dan penulis sudah pasti tidak pernah absen lakukan shadana shivaratri itu.

Lain lagi ceritra Rishi Markandeya saat menghadapi kematian. Markandeya muda adalah anak Rishi Merkandu. Sang Rishi punya anak cerdas itu sejak umur 4 tahun sudah menguasai Veda. Namun sang Mahayogi Markandeya, yang kemudian menanam pancadatu di Pura Basukihan, negdegang gumi Bali, umurnya ditakdirkan hanya sampai 16 tahun. Demikian anugerah dewata kepada Rsihi Merkandu saat memohon anak. Walau sudah seorang Rishi , tetapi sang ayah tetap sedih, murung menjelang kematian anaknya. Markandeya muda mengetahui kegundahan ayahnya. Kemudian bertanya apa yang menyebabkan ayah nya bersedih. Diceritrakanlah kehidupan Markandeya akan segera berakhir bertepatan dengan usia 16 tahun. Lalu apa solusinya, ayahnya kemudian meminta Markandeya bertapa di hutan meditasi pada linggayoni, dengan mengucapkan om na ma si va ya. Saat dauh kematiannya tiba, pasukan Yama gagal, hingga Dewa Yama sendiri melasso Markandeya, spontan Markandeya mengucapkan dengan keras om na ma si va ya . Shiva pun muncul serta merta melabrak Dewa Yama, untuk melindungi yogishiva. Singkat ceritra dianugerahkan lah Mantra dashyat Shiva “Trayambhakam” untuk mengurip Dewa Yama dan sejak itu Rishi Markandeya dianugrahu keabadi hidup chiranjiwi, hingga kemudian menyebarkan ajaran Shiva ke Bali dan juga menanam pancadhatu. Soal dharasan , sparsam sambhasan dan anugerah omkara dari Rishi Abadi ini kebetulan Giriram, dianugrahi 3 kali pertemuan niskala melalui anubhava meditasi. Termasuk mendapat view niskala Rishi Markandeya 2017, berkontribusi menahan Gunung Agung tidak erupsi dengan mengikat Gunung Agung menggunakan tridatu. Dan sudah pasti juga peran Hyang Ganesha, Trimurti serta Bethara Padmatiga Besakih dll. Anak Raja Naciketa, umur 9 tahun dipersembahkan ayahnya kepada Dewa Yama. Sebagai anak yang berbakti , Naciketa dengan tulus, iklas menuju Kerajaan Dewa Kematian. Kemudian dengan legowo harus menunggu tiga hari. Atas kesabaran Naciketa kemudian Naciketa dianugrahi tiga anugerah. Bukan saja kembali diterima di kerajaan, dan dengan senang hati disambut ayahnya, juga menerima jnanagni meditasi omkara. Dalam Mudaka Upanisad , meditasi omkara diartinya seperti omkara itu adalah busur nya, anak panah nya adalah Atma dan target sasarannya adalah Brahman. Jadi dengan melakukan konstruksi meditasi omkara menunggalkan Atma lebur dengan Brahma dengan meditasi omkara. Sedangkan metode Tantra Shiva Shidanta, dengan om na masi va ya sebagai Atma melewati to kundalini - ida pinggala sushima - kendaraan bermuatan Atma menuju Bindu ditunggalkan / dikawinkan dengan Nadha sebagai representasi Atma lebur dengan Paramatma di Sahasrara Cakra

Dua tokoh penting juga disemangati “Daya Kekuatan Kematian” yakni Shidarta Gautama dan Maharaja Parikesit. Shidarta adalah anak Raja Suddohana. Karena diharapkan menjadi pewaris kerajaan Sakya, Shidarta saat masih muda dikawinkan dengan Putri Yasodara, hingga usia 29 tahun punya anak satu, sang Ayah berusaha mengurung Shidarta di kerajaanya. Hal itu dilakukan sang Ayah , guna mencegah Shidarta menjadi seorang pertapa sesuai diramalkan waktu ia kecil.

Namun dalam perjalanan ke luar istana bersama sopirnya bernama Chana, Shidarta memperoleh “Penampakan Agung” yang dalam Budha disebut empat peristiwa sangat penting. “Orang tua, orang sakit, mayat dan pertapa” Nah .. untuk mencari solusi semua itu,Shidarta dengan “kesadaran penuh” kemudian meninggalkan kemewahan istana, ia pergi ke hutan bertapa ekstra keras 6 tahun hingga badannya tinggal tulang, akhirnya setelah bertapa ekstra keras itu jalan tengah yakni dengan shadana - tak ekstrim tak lunak - akhirnya menjadi pilihannya dan kemudian menerima pengetahuan agung, penerangan Maha Agung Kebudhaan. Sejak itu Sidartha menjadi “Bhuda”

Berbeda halnya anak Abhimayu, Raja Parikesit menyambut kematian itu. Raja Parikesit ini segera meninggalkan Istana, setelah mendengar suara gaib dari Langit. Cucu Arjuna itu menyadari kutukan dari putra seorang Brahmana Gajivata/ Srenggi) , bahwa dalam waktu seminggu Sang Raja Parikesit akan dipatuk ular Taksaka. Menyadari kematiannya sudah dekat, dengan keiklasan Raja Parikesit meninggalkan segala kemewahan istana menuju tepian Sungai Gangga yang suci. Di sana Raja Parikesit bertemu dengan Rishi rishi Agung, Pertapa yang mengajukan pertanyaan kepada Sukadeva Gosvami, beliau adalah putra Bhagawan Wyasa ,terkait apa yang harus diingat, didengar, disembah menjelang hari hari kematian itu. Berkah dari Maharishi Sukadeva Gosvami, saat itu dibacakan Bhagavata Purana , seminggu secara penuh siang dan malam hingga Raja Parikesit lebur dalam anamdam dan kemudian siap , iklas menyambut patukan Naga Taksaka, yang merupakan kutukan sang Brahmana. 

Demikian kompilasi catatan ringan Acharya Rishi Giriramananda, terkait topik “Kematian sebagai sahabat” semoga bermaanfaat bisa jadi inspirasi dan motivasi dalam hidup menyambut kematian dengan baik & mulia. 

Kirang langkung nunas ampure. Om Tat Sat Asthu Om Kham Brah Esa ParamashivastahπŸ‘πŸ™πŸ’πŸ”±πŸ”±πŸ”±πŸ”±πŸ•‰πŸ™πŸ‘πŸ‘❤️πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ•‰πŸ’πŸ™




    Acharya Rishi Sadhu Giriramananda

Blog, Updated at: Mei 13, 2020

Postingan Populer

Buku VPA

Harga Rp 100.000 Harga Rp 50.000

Pemesanan silahkan KLIK DISINI
Bank BNI No 0864571776 an VPA Cabang Lombok

Cari Blog Ini


vedaposhana.ashram@gmail.com


  


TRI SANDHYA




https://www.ichintb.or.id/p/blog-page_56.html

Pusat Belajar Sansekerta

Bahasa Sansekerta adalah Bahasa Weda sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Sebagai Umat Hindu sudah saatnya mengetahui dan memahami isi Kitab Suci Weda dengan belajar Bahasa Sansekerta
Ayo Belajar Bahasa Sansekerta