Banten/Yantra P(e)ras berasal dari Prasidha yang berarti berhasil, sukses, resmi, sah. Dimana dalam tradisi kepanditaan di India/Nepal yang tidak mempergunakan banten Pras seperti di Bali, mereka menghaturkan mantra prasidha sidhirastu pada setiap akhir persembahan yajnya kepada dewata yang diberikan persembahan, misalnya “om shri siddhi vinayaka prasidha sidhirastu” “om asta dikpalaka devataha prasidha sidhirastu” “om adityadi navagraha devataha prasidha sidhirastu” dll.
Kegunaan dan Tahapan Banten/Yantra Pras ada 3 (tiga) sbb:
1. Mengkoneksikan atman sang pemuput karya dengan Ibu Veda (Saraswati/Parashakti) dan Sumber Veda (Para-brahma) dalam hati sang pemuput karya (Mangku/Pandita).
Dilaksanakan pada awal yajnya setelah puja Ganesha-Saraswati, dilanjutkan dengan Gayatri Mantram (diutamakan Gayatri Sirah dengan mantra pengundang veda-matta).
Tujuan prosesi ini adalah untuk memantapkan ikatan sastra weda sang pemuput karya lahir bathin.
Mantra:
Om atma nityam prayascitta ya namaha (sentuh jakun / dasar leher dengan jari kelingking dan ibu jari yang disatukan atau bisa dengan bunga)
Om atmane parashakti ya namaha (sentuh selaning lelata dengan jari manis dan ibu jari yang disatukan atau bisa dengan bunga)
Om sunya-atma para-brahma ya namaha (sentuh ubun-ubun dengan jari tengah dan ibu jari yang disatukan atau bisa dengan bunga)
2. Mengkoneksikan sang pemuput karya dengan Sanghyang Tri-Guna-Shakti yakni mamurthinya Tri-Guru (tri-purusha) didalam hati (tri-prakirthi) sang pemuput.
Tujuan prosesi ini adalah untuk menghidupkan atau mengalirkan kekuatan / energy penghubung para dewata dan leluhur dengan sang pemuput karya yang dikenal dengan istilah Tripura Sundari yakni memancarnya tiga kekuatan shakti yang menyucikan dan menghidupkan / pengurip sehananing raja karya.
Dilaksanakan setelah gargha tirtha, dimana pusar, dada dan lelata diperciki tirtha.
Mantra:
Om kham brahma murthi ya namaha (perciki tirtha ke pusar)
Om daṁ vishnu murthi ya namaha (perciki tirtha ke dada)
Om huṁ shiva murthi ya namaha (perciki tirtha ke selaning lelata)
3.Mengakhiri prosesi yajnya, mengembalikan Ibu Weda Parashakti dengan memberikan anugerah kepada penyelenggara dan semua hadirin yang mengikuti yajnya, kalau di Bali disebut / diistilahkan sebagai pemralina banten. Namun sesungguhnya maknanya lebih dari sekedar pralina banten bila dipahami arti mantranya dengan baik, dimana seluruh peserta upacara mendapatkan manfaatnya yang adiluhung, dimana sang Ibu Weda kembali ke Brahma-loka sambil memancarkan segala anugerahNya.
Mantra:
Om sarva devatabhyo prasidha sidhirastu
Om sarva pitrubhyo prasidha sidhirastu
ya Tuhan, semoga para dewata memberkati yajnya ini dengan penuh keberhasilan
ya Tuhan, semoga para leluhur memberkati yajnya ini dengan penuh keberhasilan
Om stuta maya varada veda-matta,
prachodayantam pavamani dvijatanam,
ayuhu pranam prajam pasum kirthim dravinam,
brahmavarchasam mahya dattva vrajata brahmalokam
ya Tuhan, Ibu weda yang mencerahi budi kami, disaat engkau kembali ke
brahmaloka setelah yajnya ini, anugerahilah peleburan dosa untuk
para dwijati / bijaksana / pemimpin upacara, senantiasa bersama kami
(yang melantunkan mantra gayatri) pemberi panjang umur, prana/energy
kehidupan, keturunan suputra, kekayaan, ternak, kemashyuran, cahaya /
kesempurnaan
(bilaperlu sampaikan makna mantra ini kepada peserta upacara dan ajak mereka mengiringi kembalinya Ibu Weda dengan penuh harapan yang baik)
Catatan ;
Pada beberapa tradisi banten Pras ini masih sukla atau tidak diapa-apakan untuk dibawa kerumah untuk dihaturkan ke Gedong atau Taksu atau Sanggar Surya.
Pada dasarnya sah-sah saja, namun ada beberapa kelemahannya bila dalam perjalananya ada gangguan seperti : banten prasnya dicuri, jatuh, dirampok kucing, dikencingi anjing, salah alamat pengiriman, direbut anak-cucu, diomelin istri karena sesarinya hilang, kesenggol penari joged sehingga sambrag dan banyak gangguan lainnya yang tak terduga. Apalagi kalau pemuputnya sibuk terlalu banyak undangan atau kecapekan sehingga terlupakan/lelah untuk menghaturkan bantenya dirumah apalagi bila jarak tempat karya yajnya dengan rumah antar pulau atau antar provinsi atau antar negara atau antar planet, maka semakin terngangalah jarak antara sang banten dengan maknanya.
Oleh karenanya, sangat penting untuk memahami kasuksman atau teori dasar dari semua banten dan prosesi yajnya untuk diselaraskan dengan jnana atau kecerdasan atau pola pikir yang bukan hanya berdasarkan kone mule keto.
Sumber Sastra ; Yajnya Prakirthi, Kalika Purana, Mahanarayana Upanishad,
Atharva Veda XIX.71.1, Veda Parikrama Puja Ksatrya, Samskara Vidhi
Penanggungjawab sastra ; Shrira Ganachakra