Semoga Senantiasa Mengalirkan Parajnana
HARI Saraswati di Bali berotasi secara fixs setiap 210 hari sekali. Dengan perpaduan perhitungan panca wara, sapta wara dan pawukon maka hitungan satu bulannya diperoleh 35 hari dikali 6 bulan, maka sama dengan 210 hari. Hari penuh berkah itu , hadir 28 Agustus 2021.
Karena itu Hari Saraswati di Bali, tepatnya akan diperingati setiap Saniscara, Umanis, Watugunung. Hari Raya Saraswati itu dikhususkan untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa, dalam manifestasi sebagai ilmu Pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang tak bisa dibendung dan terus mengalir , menyingkirkan kebodohan dengan berkah pencerahan itulah dinyasakan sebagi Saraswati.
Saraswati merupakan sakti dari Tuhan trinitas Trimurti yakni, dalam manifestasi Brahma. Jika ditelusuri, keberadaan Dewi Saraswati itu, memiliki historis sangat suci dan penting. Dalam Pustaka Suci Weda, keberadaan Saraswati adalah sungai yang mengalir di gugusan Himalaya, melewati lembah Bandrnat, Dewa Prayag, Risikesh, bahkan hingga Triweni di Allahabad, Utarpradesh, yang disebut merupakan sanggam/ campuan atau pertemuan tiga Sungai, Gangga, Yamuna dan Saraswati.
Walau saat ini secara fisik di Triweni , keberadaan aliran Saraswati tidak ada, namun di dekat Badrinath ,Uttarkhand, India air sungai Saraswati masih mengelir, kendati sangat kecil. Saraswati juga merupakan salah satu batas dari Brahmavarta, asal Bangsa Arya yang berwujud sungai. Selain itu , Saraswati dianggap sebagai dewi bahasa, dewiwak , Sang Dewi juga dipercaya sebagai penemu bahasa Sansekerta dan hurup Dewa Nagari, juga merupakan pelindung kesenian dan ilmu pengetahuan secara lebih holistik
Lalu bagaimana halnya Saraswati diapresiasi masyarakat Bali?. Di Bali khususnya, Hari Saraswati menjadi piodalan/ pujawali besar. Segenap masyarakat Hindu merayakan. Bertepatan dengan Hari Saraswati, semua buku buku, lontar lontar kuno, dibersihkan dan kemudian disembahyangi, pada pagi atau sore harinya
Sedangkan pada malam harinya dilakukan dharma tula, rembug sastra, mekekawin, mewirama, untuk memuliakan turunnya para Jnana dan aparajnana yang disimbolkan sebagai pengetahuan baik sekala maupun niskala.
Di Bali, juga ada pakem niskala terkait proses pembelajaran sastra itu, diyakini bisa lebih cepat transformasinya terserap ilmu pengetahuan itu manakala juga dilakukan prosesi pewintenan/ sakramen saraswati, lidah dirajah sehingga saraswati mengenah, hidup, dan dipercaya dapat memberikan tuntunan secara benar baik sekala lan niskala.
Terkait dengan Weda, wid memang sangat identik dengan ilmu pengetahuan. Ilmu Weda yang disebut anadhi / tak lahir dan ananta/ tak ada batas akhirnya.
Dalam terminologi modern, terkait proses pembelajaran ada istilah long life education - kita wajib terus dan senantiasa belajar hingga akhir hayat— Weda itu yang merupakan jnana yang mengalir atau Saraswati itu, memang tidak ada awal dan tak ada ujung akhirnya. Maka boleh jadi atas alasan tersebut, ilmu pengetahuan itu selalu mengalir sepanjang masa selama hari Brahman ini.
Yang disebut kitab suci umat Hindu adalah Catur Weda, empat pokok kitab yang dirangkum dari wahyu Tuhan secara apuruseya yang diterima oleh tujuh Maharsi Agung.
Catur Weda itu adalah Rg Weda yang berisi 10.552 mantram, Yayur Weda dengan 1.975 mantram, Sama Weda dengan 1.875 mantram dan Atharwa Weda dengan 5.987 mantram. Bagaimana mungkin kita mempelajari ribuan mantram itu? Ada intisari-intisari yang diturunkan dari “kitab iduknya” ini. Mari kita baca dan kita resapi semampu yang bisa kita lakukan.
Nah bertepatan hari 28 Agustus 2021 yakni Saniscara Umanis Watugunung, disebut sebagai Hari turunnya dewi ilmu pengetahuan itu. Dewi itu adalah Saraswati. Pada hari inilah dengan penuh kesadaran, semangat, motivasi, kita mulai lebih tekun mempelajari Weda, sebagai ilmu pengetahuan. Juga Kitab Suci Weda sebagai pegangan dalam mengamalkan agama untuk kehidupan di masyarakat.
Sudah barang tentu harus disesuaikan dengan kemampuan, bakat serta minat, motivasi kita. Intinya adalah hari ini kita memuja Dewi Saraswati dengan cara membaca , kontemplasi pada Weda.
Para tetua kita di masa lalu menganjurkan sebelum membuka-buka Weda maka tubuh dan pikiran kita harus dibersihkan, disucikan lebih dahulu. Dari sini lahir apa yang disebut dengan sakramen suci, yakni pewintenan Saraswati.
Hanya belakangan ini, pewintenan saraswati sebagai upaya sakramen suci / membersihkan diri secara rohani itu yang lebih utama dibandingkan kongkretnya kita membaca Weda. Membaca Weda, yang lumrah disebut parayana itu, idealnya dilakukan setiap hari.
Entah itu membaca Sri Rudram- Namakam- Camakam, Purusha Suktam, Durga Suktam, Shivopasana Mantram, Ganesha Atharwashirsam, Narayana Upanisad, Surya Upanisad, Durga Suktam, dll
Ada anggapan di masyarakat kita tidak diperbolehkan membaca di Hari suci Saraswati. Hal itu sepertinya ada
mis interpretasi, karenanya hanya dilakukan sebatas pembersihan diri. Mestinya penyucian diri itu dilanjutkan dengan memohon anugerah yang lebih optimal dari Sang Aji Saraswati, dan setelahnya kita suntuk , serius membaca Weda.
Starts today, ayo kita baca Weda dan selain itu kita sucikan semua kitab (buku pelajaran, buku sastra, buku agama, lontar dan sejenisnya) di Hari Saraswati dengan memberikan persembahan sesajen dan tirta , kemudian baru kita baca dalam keadaan yang suci agar meresap.
Waktu membaca Weda baik pada pagi hari atau malam hari juga dauh / waktu sangat baik membaca Weda dan apalagi ditambah menyelenggarakan “malam sastra” sesuai lingkungan kita. Di pedesaan umumnya ada acara pesantian, makidung, mawirama
Sedangkan di Pura Jagatnatha Denpasar pun setiap malam Saraswati sudah jadi tradisi ada diskusi sastra. Demikian juga di Jakarta, perayaan Saraswati disatukan dengan odalan di Pura Rawamangun dan biasanya ada malam sastra di sana.
Dewi Saraswati adalah "sakti" dari Dewa Brahma,sang pencipta. “Sakti” dalam bahasa yang populer di Bali sering disebutkan sebagai “istri”. Ini adalah nyasa sakti Dewa Brahma. Eksistensi Dewa Brahma yang merupakan dewa pencipta, itu pada dasarnya terjadi karena adanya ilmu pengetahuan.
Karena itu, segenap umat dianjurkan menuntut ilmu semaksimal mungkin, yang diturunkan oleh Dewi Saraswati agar bisa menciptakan karya kreatif , inovatif dalam wujud apa pun yang bermanfaat bagi semua mahluk hidup.
Dewi Saraswati , disimbolakan memiliki lengan empat. Ada yang memegang kecapi, ada yang memegang aksamala atau genitri. Sebutan genitri ini salah kaprah karena kebanyakan terbuat dari buah genitri padahal buah lain atau butir-butir logam juga bisa dipakai.
Kemudian satu tangan Saraswati memegang damaru atau semacam kendang di Bali, dan tangan satu lagi memegang buku. Ada merak dan angsa di sampingnya. Semua itu simbol-simbol tentang ilmu yang tak habis-habisnya dipelajari dengan cara mencintainya. Ilmu yang akan memperindah budi, budi menyucikan jiwa, ketika jiwa tersublimasi optimal maka Atma saksatkara / kesadaran Atma terealisasi.
Kenapa ada angsa? Angsa adalah hewan yang sangat bijaksana. Hamas, dengan pedang wiwekanya, mampu membedakan yang buruk- baik, satya asatya, merthyu amritam, tamas jyotir, dan aspek dwa dwan yang merupakan oposisi binnar. Angsa bisa mencari makanan di lumpur, tetapi tak pernah ada lumpur yang masuk ke tubuhnya. Makanan itu disaring, lumpurnya dibuang, makanan masuk ke perut untuk sumber kehidupan.
Begitulah sebaiknya ilmu itu diamalkan. Ilmu yang membuat kerusuhan, konflik, ketegangan, sudah seharuslah dibuang, ilmu yang membuat kesejahtraan, kedamaian, cinta kasih, sat cit ananda yang terus dipelihara.
Hanya orang yang berilmu yang bisa merakit bom, tak mungkin petani yang bodoh bisa merakit bom. Tetapi apa gunanya bom jika itu dipakai untuk membunuh orang-orang yang tak berdosa?
Di Bali, Dewi Saraswati dipuja dengan sesajen khusus, tapi sudah banyak dijual di pasar-pasar. Harganya pun tak sampai Rp 20 ribu. Lihatlah di sesajen itu, ada ciri khasnya, yakni ada jajan melambangkan cecak.
Kenapa cecak? Ini adalah simbul keheningan. Suara cecak sering terdengar dalam keadaan yang hening. Tetua kita sering mengingatkan, jika kita dalam keadaan semadi atau sembahyang sendiri, dan ada suara cecak maka itu pertanda baik.
Mari kita membaca Weda hari ini, apakah itu Sruti, Smerti, Ithiasa, Purana termasuk lontar lontar Bali dan kadyatmiakan Bali, atau tafsir-tafsir yang sudah dibuatkan dalam bentuk kekawin dan tembang alit.
Om Saraswati namastu bhayam, warade kama rupini, sidharambhan kari syami, siddhir bhawantu me sada. Om Saraswati ya namah swaha.
Namaste shaarada devi kaashmir pura vaasini twaamaham praarthaye nityam vidyam daanam cha dehi me
Om Aim Saraswati namah
Om Aim bad vad vaagvaadini svaha
Om hreem Saraswatyai namah
Om aim vaagdevyai cha vidhmahe
Kamrajaayaa dhimahi
Tanno dewi prachodayaat
Om prathamaan bharati naam dwityam cha Saraswati trutiyam shaarada devi , chaturtham Hansavaahini. Panchamam Jagati khyataa , shashtam Vageseshwari tatha, Saptamam Kumudi proktaa, Ashtamam Bhrahmachaarine , navamam Buddhidarti cha, dashamam Varadaayini ekadasham Chandrakaanti, dwardasham Bhuvaneshwari, dwadashaitani naamaanu trisandhyam yah pathenaraha jivahgre vasate nityam Bhramarupa Saraswati.