Memaknai Dharma Dengan Menghadapi Tantangan Hidup Berbangsa

Posted by


Oleh: Agni Premadas[1]

Dharma disamping sebagai hukum keadilan dan keselarasan yang bersatu padu dalam struktur alam semesta, juga berarti stabilitas dan ketertiban masyarakat serta  kesejahteraan umat manusia. Dengan begitu pemaknaan dharma tidak hanya berhenti pada tataran ritual, tetapi mesti juga diarahkan ke dimensi spiritual agar bisa menghadapi tantangan hidup bangsa yang penuh dengan kemerosotan moral ini.

Idealnya dharma akan menuntun suatu kehidupan yang adil dan harmonis dalam semua hubungan dengan yang lainnya, pada berbagai tingkatan, baik di rumah maupun dalam masyarakat atau bangsa. Kemajuan spiritual akan terjadi karena melaksanakan dharma berarti mengendalikan segala pikiran, perkataan dan perbuatan yang berlawanan dengan hukum keadilan dan keselarasan dari Hyang Widhi.

© Persoalan Hidup Bangsa
Berbagai fenomena menunjukkan betapa dharma masih belum bisa ditegakkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat sekarang ini. Di bidang ekonomi, eksternalitas global sudah menggerus demikian kerasnya. Hal ini tampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalis liberal/ neoliberal dengan ketergantungan pada bantuan asing. Kegiatan industri pariwisata telah menyebabkan terjadinya materialisme, individualisme, komersialisme, komodifikasi, dan gejala profanisasi dalam kehidupan. Kondisi ini telah menyebabkan pergeseran nilai budaya dan pemiskinan serta peningkatan beban hidup yang juga akan dialami oleh umat Hindu. Oleh karena itu perlu reorientasi penerapan ajaran agama khususnya berbagai tradisi yang tidak relevan dan tidak sesuai dengan Veda.
Kondisi keamanan juga masih rawan dengan berbagai aksi kekerasan apalagi dengan penerapan sistem pemilihan umum langsung. Dalam bidang politik dan hukum, arus demokratisasi terlihat semakin deras seiring dengan terbuka lebarnya “kran” liberalisasi politik. Namun, institusi formal hukum sebagai “benteng terakhir” sangat tidak berdaya dan masih sulit ditegakkan di negara kita. Upaya pemberantasan korupsi masih belum optimal walaupun KPK sudah bekerja keras karena kasus korupsi memang bagai fenomena puncak gunung es yang baru kelihatan ujungnya saja dari kondisi riil yang belum seluruhnya tampak ke permukaan.
Dalam bidang pemerintahan, otonomi daerah yang idealnya mampu meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi rakyat, ternyata hanya dimanfaatkan untuk keuntungan finansial dan politik segelintir elite lokal. Di bidang kebudayaan kita melihat berbagai perilaku politik para pejabat dan elite masih dominan dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan yang bersifat extended family, dan budaya patrimonial yang di samping bersifat “adiluhung”, ternyata juga masih sangat permisif bagi pertumbuhan partikularisme.
Sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, umat se-Dharma tentunya juga menghadapi persoalan tersebut. Bagi umat Hindu persoalannya adalah bagaimana menghubungkan dirinya sendiri dengan persoalan hidup bangsa itu, yaitu dengan berupaya mengatasi berbagai persoalan  tersebut dengan berlandaskan dharma.

© Pemaknaan Dharma
Sejauh mana umat Hindu dapat menghadapi tantangan-tantangan besar tersebut dan selanjutnya dapat berperan dalam pembangunan bangsa, adalah tergantung pada pemaknaan dan revitalisasi dharma dalam kehidupan. Dharma semestinya tetap diikuti untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana ditunjukkan oleh orang bijaksana (Atharvaveda VII.97.7). Umat yang menempuh jalan dharma akan diberkahi dengan kemakmuran dan juga dilimpahi dengan keturunan (generasi) yang berbudi luhur (Rgveda X.63.13). Kemenangan dan kebahagiaan sejati dalam hidup adalah hasil dari pelaksanaan dharma. Kemenangan demikian bukan berasal dari kenikmatan yang berasal dari kesenangan sementara. Kerja keras yang dilakukan untuk menegakkan dharma akan menghasilkan kepuasan dan kebahagiaan tertinggi. Rahasia kebahagiaan bukanlah dalam melakukan apa yang disukai, tapi dalam menyukai apa yang harus dilakukan.
Dharma dalam pendidikan semestinya dimaknai tidak semata-mata memperoleh keterampilan dan keahlian sebagaimana mainstream pemikiran rasionalisme Barat yang lebih mengarah pada material tendency forces (preyoshakti). Tetapi juga mampu melahirkan generasi muda Hindu yang cerdas dan bijaksana yang sesuai dengan spiritual tendency forces (sreyoshakti). Untuk itu sistem pendidikan yang dikembangkan semestinya menyelaraskan antara penekanan logika, dan rasionalitas dengan intuisi dan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kasih sayang, kesabaran, dan kejujuran, yang akan membangun kesadaran manusianya. Generasi seperti ini akan bisa terhindar dan menghindarkan diri dari penyakit partikularisme yang masih menggerogoti bangsa ini hingga kini.
Dharma dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik dilakukan dengan penerapan prinsip etika dan moralitas. Untuk menjadi pemimpin pemerintahan yang baik adalah  dengan memiliki karakter nasional yang membawahi karakter individu (pribadi). Dengan melepaskan kepentingan pribadi, melepaskan secara total pikiran kepemilikan “punyaku” dan “punyamu”, pemimpin sejati yang berlandaskan dharma senantiasa mempersembahkan segala kemampuannya bagi kesejahteraan bersama dan mengangkat reputasi negaranya.
Dalam kehidupan politik yang berlandaskan dharma pantang untuk menggunakan cara-cara kekerasan (ahimsa). Penyelesaian masalah dengan kekerasan justru akan mengundang kekerasan baru. Kekerasan bukannya menyadarkan lawan politik tetapi justru menyuburkan kebencian dan rasa dendam. Sebaliknya, dengan paham pantang kekerasan, setiap orang dapat mengembangkan cinta kasih dan kemampuannya sehingga dapat mengaktualisasikan diri sebagai makhluk sosial yang menghargai heterogenitas,  inklusivitas, pertukaran mutual, toleransi dan kebersamaan.
Akhirnya, dharma semestinya mampu menjamin tegaknya moralitas, berkembangnya kepercayaan dan kejujuran, rasa tanggung jawab dan karakter, kesadaran nasional dan patriotisme, rasa tanggung jawab sosial, bekerja keras, taat pada hukum, menghormati semua agama, dan rasa tak terpisahkan dengan Hyang Widhi. Pemaknaan kemenangan dharma dari adharma tidak hanya berhenti sampai pelaksanaan ritual tetapi juga diarahkan pada spiritualitas. Jangan sampai sebagai bagian dari bangsa ini, umat Hindu yang agamis, dengan ibadah dan upacara agama yang semarak setiap hari, tetapi  pada saat yang sama juga semakin merosot dalam kehidupan ekonomi, ikut melakukan hal tercela, seperti korupsi sehingga menjadikan negara ini selalu menduduki peringkat atas negara-negara terkorup yang dibuat oleh lembaga-lembaga penilai internasional. 

[1] Ketua Litbang Veda Poshana Ashram, Ketua Yayasan Dvipantara Samskrtam  dan Dosen   Universitas Warmadewa Denpasar


Blog, Updated at: Desember 25, 2018

Postingan Populer

Buku VPA

Harga Rp 100.000 Harga Rp 50.000

Pemesanan silahkan KLIK DISINI
Bank BNI No 0864571776 an VPA Cabang Lombok

Cari Blog Ini


vedaposhana.ashram@gmail.com


  


TRI SANDHYA




https://www.ichintb.or.id/p/blog-page_56.html

Pusat Belajar Sansekerta

Bahasa Sansekerta adalah Bahasa Weda sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Sebagai Umat Hindu sudah saatnya mengetahui dan memahami isi Kitab Suci Weda dengan belajar Bahasa Sansekerta
Ayo Belajar Bahasa Sansekerta