(Bagian Terakhir dari Enam Tulisan)
Oleh: Agni Premadas[1]
Jagalah kesehatan
rohanimu dengan sikap lapang dada yang utama. Jaga jugalah kesehatan jasmanimu,
karena kesehatan yang buruk dapat merupakan gangguan dan rintangan yang besar
bagi para sadhaka. Badan menolak untuk diabaikan, ia membutuhkan perhatian apabila
diserang penyakit. Badan itu adalah keretanya, indera-indera adalah
bagian-bagian mekaniknya dan bensinnya berupa sadhana, kamu harus menjaganya
supaya tetap berfungsi (Svami Sathya Narayana).
Eksprimen ilmu telah menunjukkan bahwa reaksi organisme manusia
terhadap meditasi adalah kebalikan dari reaksinya terhadap stress, seperti:
menenangkan sistem syaraf pusat, menenangkan denyut jantung, merendahkan
tekanan darah sebanyak 20 % dan menenangkan pernafasan sampai kurang dari
setengah tingkat normalnya. Mengenai hal ini Anandamitra dengan mengutip John
White menjelaskan bahwa ketika semua proses tubuh dalam keadaan rileks, orang
yang bermeditasi akan merasakan istirahat yang benar-benar, lebih dalam
daripada tidur, dan banyak energi terkumpul untuk aktivitas berikutnya. Dia
merasakan bertambahnya kegesitan fisik dan kejernihan mental, dan berbeda
dengan istirahat biasa yang terkadang menimbulkan kelambanan dan kemalasan.
Daniel Golene dalam sebuah penelitiannya
terhadap karyawan perusahaan Barat yang telah berlatih meditasi dua kali sehari
menunjukkan adanya hasil positif. Setelah hanya lima setengah bulan melakukan
meditasi mereka melaporkan adanya penurunan depresi, stress dan permusuhan,
kejengkelan dan hilangnya penyakit psikosomatis, seperti: flu, sakit kepala,
dan susah tidur. Keuntungan yang paling sering disebut adalah kemampuan untuk
berpikir lebih jernih, lebih gesit, lebih sosial dan penuh pengertian serta
lebih menikmati hidup daripada sebelum berlatih meditasi. Salah satu sebab
bertambahnya kegesitan dan kerjernihan pikiran itu adalah bahwa selama meditasi
aliran darah ke otak bertambah sebanyak 35 %. Menurut Dr. Ronard Jevning
supplay darah ke otak itu erat kaitannya dengan kemampuan mental, dan dengan
bertambahnya darah serta oksigen fungsi otak akan mnejadi lebih baik.
Dengan mengutip penelitian Kutz dkk., Luh Ketut Suryani
juga menemukan hal yang serupa. Meditasi diketahui dapat menimbulkan
perubahan fisiologi yang disebut sebagai respons relaksasi, yaitu integrasi
respons pikiran tubuh (min-body), menurunnya pemakaian oksigen, denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah menurun, kadar serum laktik asit
menurun, resistensi kulit meningkat disertai perubahan aliran darah.
Perubahan-perubahan ini sesuai dengan menurunnya sistem saraf simpatetik
akhir terhadap neropinefrin. Perubahan fisiologik ini dibukti kan pada
pengobatan hipertensi dan aritmia jantung hasilnya sama baiknya dalam
menghilangkan keadan cemas dan nyeri.
Hasil penelitian yang sejenis juga pernah ditemukan oleh
Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard, Boston. Ia membuktikan bahwa
dengan mengikuti beberapa syarat pokok meditasi dan dilakukan dua kali sehari,
pasien-pasien yang menderita hipertensi dapat disembuhkan. Melihat hasil
tersebut, dapat dipastikan bahwa penderita gangguan jiwa seperti stress pada
seseorang tentunya juga dapat disembuhkan, disamping jiwa dan pikirannya juga
tetap dapat dikontrol. Hal ini sesuai dengan penemuan Udupa bahwa
secara ilmiah, baik faali maupun kimiawi, ternyata pada orang yang melakukan
meditasi terdapat perubahan dalam darah dan otaknya.
Penemuan Triman dkk seperti dikutip Suryani, yang
meneliti 69 orang meditator (lebih dari 15 tahun) dari berbagai aliran
kepercayaan di Surabaya, menemukan bahwa frekuensi pernafasan dan denyut
jantung menurun setelah meditasi, sedangkan pada kontrol hal ini tidak terjadi.
Pada EEG ditemukan terjadi penurunan jumlah gelombang alfa dan terletak lebih
ke sentral, gelombang beta menurun dan tersebar di frontosentralis, sedangkan
pada kontrol gelombang alfa dan beta meningkat dan tetap di tempat semula.
Sedangkan gelombang theta meningkat sesudah meditasi dan pada kontrol menurun.
Mereka juga menyatakan berdasarkan hasil test psikologik bahwa orang yang
melakukan meditasi lebih mampu mengendalikan diri dibandingkan kontrol.
Mengenai hal ini guru besar UGM, Soeripto berpendapat
bahwa pada seseorang yang telah melakukan meditasi dan telah menunjukkan suatu
hasil, maka kadar asetilkholin dalam darahnya akan tetap. Hal ini akan
diikuti oleh proses pengereman aktivitas serabut otak bawah sadar (hypothalamus),
sehinga produksi kathekolamin (adrenalin dan nonadrenalin)
menurun. Disamping itu pacuan yang terjadi pada saraf simpatis juga akan direm.
Asetilkholin dalam darah yang ada akan lebih banyak digunakan oleh saraf
parasimpatis, dengan demikian peranan saraf parasimpatis akan lebih dominan.
Keadaan ini juga menambah penekanan produksi adrenalin dan nonadrenalin.
Berkurangnya katekholamin dalam darah akan memberikan reaksi kepada seseorang
untuk menjadi lebih tenang, denyut jantung menjadi lebih lambat, tekanan darah
menjadi stabil. Dalam mengatur keseimbangan kadar katekholamin darah, enzim
oksidase monoamin mempunyai peranan penting. Jika meditasi berhasil maka enzim
ini akan aktif, sehingga kenaikan kadar katekholamin darah dapat segera
diantisipasi.
Telah diketahui bahwa insulin dapat menetralkan efek
adrenalin. Jika insulin mempunyai efek dominan maka kadar gula darah akan
stabil. Disamping itu insulin juga dapat mencegah adanya timbunan lipid
(kolesterol) dan kerusakan protein. Pada orang yang telah berhasil dalam
melakukan meditasi maka pengaruh insulin juga akan dominan, dengan demikian
meditasi akan dapat mencegah terjadinya diabetes melitus, penyakit jantung
serta penyakit pembuluh darah. Adanya protein yang cukup karena perusakan dapat
dicegah, akan menyebabkan kondisi kesehatan terutama daya tahan dan kesembuhan,
serta kondisi tubuh yang prima. Disamping itu, jika aktivitas katekholamin yang
meningkat selalu dapat ditangkal maka kerusakan sel-sel di alat tubuh dapat
dihindari, metabolisme berjalan dengan optimal akibatnya orang akan tetap awet
muda.
Secara kejiwaan meditasi dapat mencegah dan mengatasi
stress yang terjadi pada diri seseorang. Hal ini dijelaskan sebagai berikut.
Jika terdapat rangsangan yang dapat menimbulkan stress maka karena
neurotransmiter yang ada di otak, bekerja menghambat atau memutuskan rangsangan
penyebab stress sehingga rangsangan yang sampai di otak bawah sadar menjadi
kecil atau bahkan dapat dihilangkan. Di samping itu di otak juga dihasilkan
substansi kimiawi yang berkerja identik dengan valium atau obat penenang yaitu
asam isobutirat. Pada orang yang tidak melakukan meditasi proses
tersebut hanya terjadi dengan intensitas yang kecil, tetapi pada orang yang
melakukan meditasi proses tersebut dapat terjadi dengan intensitas yang lebih
besar. Akibatnya, pada orang yang melakukan meditasi dapat dicegah sejak dini stress
yang terjadi pada dirinya.
Dengan adanya hambatan impuls karena neurotransmiter,
dan mengakibatkan rangsangan yang kecil di otak bawah sadar maka pacuan ke
kelenjar hipofise dan saraf simpatis menjadi sangat kecil, kathekolamin dan
lain-lain tidak meningkat akibatnya gejala stress tidak timbul. Di saraf tepi,
bekerja substansi kimia hasil meditasi yang identik dengan beta-blocker,
yang memblokir simpul-simpul saraf simpatis. Dari adanya proses di saraf pusat,
saraf tepi dan perubahan kimiawi di dalam darah, maka meditasipun dapat
dipergunakan untuk mengatasi stress pada setiap orang yang melakukannya.
[1] Ketua
Litbang Veda Poshana Ashram dan Dosen Universitas Warmadewa Denpasar