oleh : Pandita Acharya Brahma Murti
Energi panas matahari menyebabkan air permukaan bumi mengalami penyucian (prayascita), menguap ke angkasa, perlahan menjadi awan, dan akhirnya jatuh kembali ke bumi sebagai air hujan. Dengan cara seperti ini bumi dapat menghidupi tumbuhan (dengan menyediakan air, karbon dioksida, hara dari tanah), dibantu sinar matahari. Tumbuhan melakukan yajna menghasilkan oksigen dan makanan bagi kehidupan lainnya, dan limbah yang bermanfaat untuk melestarikan kehidupan di muka bumi. Demikianlah kehidupan akan tetap damai dan lestari jika sirkulasi langit dan bumi (dyavaprthivi) tetap berlangsung.
Mengingat bahwa para dewa diyakini sebagai penghuni langit (svah loka), maka sudah selayaknya yajna yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi. Untuk itu, kehadiran api sangat diperlukan; karena hanya api yang mampu membakar bahan-bahan persembahan dan mengantarkannya menuju langit. Selain itu, persembahan ke dalam api suci mendapat penguat religius mengingat api sebagai lidah Tuhan dalam proses persembahan. Dengan demikian penggunaan api suci dalam pelaksanaan ritual memiliki landasan rasional ' ilmiah-religius'. Ritual veda menjadikan api sebagai sarana utama, dan Agnikunda (altar api) sebagai tempat untuk menaruh persembahan. Ritual tersebut dinamakan Agnihotra (agni = api, hotra = persembahan). Agnihotra adalah persembahan kepada Dewa Agni, karena Ista Dewata pada upacara tersebut adalah Dewa Agni. Jika Ista Dewatanya lain, maka disebut Homa.
Dalam Homayajna, Dewa Agni sebagai purohita (perantara yajamana dengan Ista Dewatanya).
Berbagai ciri agnihotra dapat dipaparkan sebagai berikut;
- Semua peserta duduk sama rendah dan menjadikan api suci sebagai pusat konsentrasi. Posisi duduk yang sedemikian itu menyadarkan kita bahwa pada saat memuja para dewa (Bapak Angkasa), sudah semestinya dekat dan malah ada dipangkuan Ibu Pertiwi (mretiwi).
- Semua peserta aktif mengucapkan mantra-mantra veda, bahkan sebagian diucapkan dengan ber:/7//;«. Japa sendiri merupakan yajna yang sangat utama (Sri Krishna dalam Gita X.25; "yajhanam japayajno'smi” artinya diantara yajna Aku adalah japa). Selain mantra-mantra pujian, juga dilantunkan tyaga mantra untuk mengiringi persembahan. Mantra tersebut mengandung penolakan terhadap rasa memiliki (namakara) bahan- bahan yang akan dipersembahkan. Misalnya persembahan kepada Dewa Yama, diiringi mantra; “Om Yama ya svaha, Yama ya idam na mama”.
- Bahan bahan yang dipersembahkan hanya berupa bagian-bagian tumbuhan, sehingga bebas dari perbuatan himsa-karma dan perbuatan mengakhiri kehidupan. Sebagaimana disebutkan dalam Agni sukta; “rajantam adhvaram, gopam rtaasya didivim, vardhamanan svedame”. Artinya ; Tuhan Engkaulah yang mengatur persembahan tanpa kekerasan (himsa), pengendali hukum abadi (rta) yang senantiasa berkilauan di rumah kami.
- Nilai keseimbangan. Sebagaimana disampaikan terdahulu, agnihotra merupakan peniruan atas yajna yang dilakukan oleh alam semesta, sehingga bisa bersinergi dan seimbang dengan perilaku alam.
- Nilai kebersamaan. Sikap duduk sama rendah yang dicontohkan oleh pemimpin ritual, termasuk oleh beliau yang sudah di-diksha, memberikan kesan/pesan bahwa dihadapan Tuhan semua orang adalah sama. Yang membedakannya hanyalah keyakinan (sraddha) dan perbuatannya (karma). Dengan demikian keharmonisan hubungan antar peserta menjadi terjaga dan bebas dari nuansa fanatik-isme dan feodalisme.
- Nilai kasih. Pelaksanaan ritual homa menekankan pada semangat kasih diantara peserta, para hotri, dan yajamana. Sikap kasih pada sesama dijadikan dasar pelak- sanaan yajna, termasuk tidak digunakannya daging binatang/hewan ternak sebagai sarana ritual ini.
- Nilai kesederhanaan. Sarana yang dipergunakan dalam, upacara homayajna sangat sederhana. Sebagaimana dikatakan oleh Yudistira kepada Yaksa dalam Wana Parwa, kesederhanaan (aparigraha) adalah perilaku hidup yang membuat hati merasakan kedamaian. Kesederhanaan juga menjadi dasar pengendalian diri, sebagai salah satu komponen etika kemanusiaan, yang dipaparkan dalam Yoga Sutra 11.30, “satydsteya brahmacaryaparigraha yamah"