Sumber Hukum Agnihotra

Posted by

 oleh : Pandita Acharya Brahma Murti



Hindu memilki sistematika hukum yang jelas, sebagaimana disebutkan dalam Manavadharmasastra II. 6. secara hierarkis; dari atas ke bawah, sumber hukum Hindu berturut-turut adalah; Sruti (wahyu), Smrti (Weda yang disusun berdasarkan penafsiran wahyu), Sila (tingkah laku orang suci yang dijadikan panutan), Acara (tradisi/kebiasaan/budaya) dan Atmanastuti (keheningan hati/hati nurani). Sumber hukum yang lebih rendah semestinya tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi. Sruti (merupakan wahyu Tuhan) merupakan otoritas tertinggi.

Agnihotra / Homa termuat dalam Pustaka Suci Veda (Sruti), Smrti, Sila dan Acarya.


A. Homa Yajna dalam Veda Sruti. 

Catur Veda Sruti meliputi: Rgveda, Samaveda, Yjurveda, dan Aiharvaveda, seluruhnya memuat keagungan dan kemuliaan agnihotra. Beberapa mantram dalam keempat veda tersebut yang berkaitan dengan agnihotra dapat ditunjukkan sebagai berikut;

Agnishoma vrishana vajasataye puruprasasta vrishana upa bruve. Yavijire vrishano devayajhana ta nah sarma trivarutham viyansatah (Rgveda: X.66.7). 

artinya, sembah sujud hamba kepada Dewa Agni melalui upacara homa ini, yang memberikan kedamaian, kebahagiaan, kesehatan dan kekuatan. KepadaMu-lah semua penghormatan dan persembahan ini dilakukan.

Dhritavratah ksatrya yajhaniskrito brihaddiva adhvaranam abhisriyah. Agnihotra ritasapo adruho po asrijan anu vritraturye (Rgveda: X.66.8). 

artinya, ketika semua  rintangan musnah, Engkau yang penuh anugerah menentukan langkah kami, memberikan keberanian di medan pertempuran. Dengan melaksanakan pemujaan agnihotra yang amat mulia ini jauh dari rasa marah dan benci, Oh Tuhan yang memberikan hujan, bimbing dan lindungilah kami selalu.

Agnistigmena socisa yamsad visvam nya trinam, agnirno vamsate rayim (Samaveda 11.1.1.3.2). 

artinya, semoga agni dengan nyalanya yang teramat tajam melahap setiap persembahan yang dilemparkan kepadaNya. Semoga Agni menganugerahi kami kekayaan dengan jalan beijuang.

Tamtva samidbhir angirogrtena vardhayamase. Brhacchoca yavisthya svaha. Idam agnaye angirase idam na mama (Yajurveda: III.3). 

artinya, ya Tuhan, kami menyalakan api suci (agnihotra) dengan kayu dan ghee. Api masuk ke partikel- partikel terhalus dan memecahkannya menjadi komponen-komponen kecil. Partikel- pertikel tersebut bersatu dengan energi menghilangkan efek negatif atmosfer. Ya Tuhan, semoga tindakan kami ini memberikkan kesehatan, kekayaan, dan kebahagiaan kepada semua makhluk.

Yatra suhardam sukrtam agnihotrahutam yatra lokah, tam lokam  yamniyabhisambhuva ithiaso no ma himsit purusan pasumsca (Atharvaveda: XXVIII.6). 

artinya, dimana bertempat tinggal mereka yang hatinya mulia, orang pikirannya damai, dan mereka yang mempersembahkan agnihotra, di sanalah pemimpin masyarakat dapat bekerja dengan baik, memelihara masyarakatnya, serta tidak menyakiti mereka dan binatang piaraannya (harta miliknya).

Agnihotram sayam pratargrhanam niskrtih svistam suhutam yajhakratunam prayanan suvargasya lokasya jyotistasmad agnihotram paramam vidanti (Mahanarayana Upanisad: 79). 

artinya, pelaksanaan agnihotra pada waktu subuh dan senja hari merupakan penebusan dosa yang ada hubungannya dengan berumah tangga. Itu merupakan suatu yaga yang baik, homa yang baik, dan juga merupakan permulaan dari seluruh yajna dan kratu. Itu merupakan suluh menuju alam surgawi, sehingga agnihotra adalah cara pembebasan yang tertinggi.

Mantram-mantram di atas dengan jelas memaparkan bahwa upacara homa/agnihotra yang
dilaksanakan dengan penuh kasih dan bebas dari rasa kebencian, akan berdampak positif,
berupa; kesehatan, kekayaan, kedamaian, dan kebahagiaan kepada semua makhluk.

B. Homa Yajna dalam Veda Smrti. 

Pustaka suci Veda memberikan peluang untuk ditafsirkan sesuai dengan kondisi jaman. Hindu mengenal empat jaman (Catur Yuga), dan masing-masing ada pedoman (dharmasastra)-nya, yaitu; Manavadharmasastra untuk jaman Kertayuga; Yajhavalmikasmrti untuk jaman Tretayuga; Samkalikhitasmrti untuk jaman Dvaparayuga; dan Parasarasmrti untuk Kaliyuga. Dari keempat Veda Smrti tersebut hanya yang pertama dan terakhir yang banyak dikenal. Sehubungan dengan itu, berikut ini disampaikan sloka-sloka yang berkaitan dengan agnihotra dalam kedua veda tersebut.

Agnihotramca juhuyadadyante dyunicoh sada, darsena cardhamasante paurnamasena caiva hi (Manavadharmasastra, IV :25). 
artinya, seorang brahmana harus selalu menghaturkan agnihotra pada waktu pagi dan sore hari, serta upacara darsa (tilem) danpurnamasa (purnama) setiap limabelas hari sekali. 

Yapyam devarcanam homam svadhyayan ca ivam abhyaset. Eka dvi tri catur viprana bhojayet snatakana dvijah (Parasaradharmasastra, 11.6). 
artinya, sang Dwijati seharusnya melaksanakan japa, homa, dan pemujaan Tuhan setiap hari, belajar veda dan memberi makan satu, dua,tiga, empat snataka (?) brahmana.

Sidanti agnihotrani gurupuja pransyati. Kumaryas ca prasuyante tasmin kaliyuge sada (Parasaradharmasastra, 1.32). 
artinya, upacara agnihotra terhenti, pemujaan leluhur dan guru lenyap, serta ibu-ibu biasanya melahirkan anak-anak perempuan pada jaman Kaliyuga.

Ketiga sloka dalam Veda Smrti di atas jelas menyampaikan bahwa seorang brahmana / dwijati,wajib melaksanakan upacara homa, di samping kewajiban-kewajiban yang lain, terutama; mempelajari, memelihara, dan mengajarkan veda. Dan disampaikan juga; pada Kaliyuga upacara homa dan penghormatan kepada leluhur, guru, cenderung terlupakan.
Sehubungan dengan itu, seorang Brahmana yang dirlahirkan dari veda, sudah semestinya bertanggungjawab untuk menyelamatkan upacara tersebut. Sebab, itu adalah memang swadarmanya seorang Brahmana / Dwijati.


C. Homa Yajna dalam Sila. 

Sila dimaknai sebagai tingkah laku yang baik dan benar, yang dicontohkan oleh orang-orang suci pada masa lampau dan masa kini, sehingga layak dijadikan pautan dan rujukan. Petunjuk orang-orang suci dimasa lampau berkaitan dengan pelaksanaan agnihotra / homa yajna diantaranya dapat ditelusuri dalam Itihasa, Purana, Nitisastra, dan sejenisnya.

Ramayana
Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan upacara homa untuk memohon keturunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan kepada Dewa Siwa dalam upacara agnihotra. Setelah upacara tersebut beliau mendapatkan putra; empat orang ksatrya dari tiga permaisurinya, yaitu; Sri Rama, Bharata, Laksmana, dan Satrughna. Kisah persiapan homa yang dilakukan oleh Prabu Dasaratha, dipaparkan juga dalam 'Kekawin Ramayana', karya Mpu Yogiswara. Diantaranya (dalam sargah I, wirama Sronca, sloka 24 dan 25) sebagai berikut:

sajining yajna ta umadang, sriwreksa samidha puspa gandha phala, dadhi greta kresnatila madhu mwang kumbha kusaarga wretti wetih”. 
Artinya, sesajen upacara homa telah siap. Cendana, kayu bakar, bunga harum dan buah; dadih, ghee, ketan hitam, madu, kumbha, alang-alang, benang dan kumkum. 

“lumekas ta sira mahoma, pratadi pisaca raksasa minantra, bhuta kabeh inilangaken asingmamighna ikangyajna”. 
Artinya, upacara homa segera dimulai, setan yang paling jahat, pisaca, dan raksasa dimantrai; bhuta kala semuanya diusir, segala yang mengganggu dalam upacara itu. 

Dalam bagian lain juga dipaparkan, Sri Rama dan Laksmana yang telah menginjak dewasa mendapat tugas dari Raja Dasaratha untuk mengamankan pelaksanaan homa yang dilakukan oleh para pertapa pimpinan Maharsi Wiswamitra, yang selalu diganggu oleh para raksasa (rakyat Prabu Rahwana dari Alengka).


Mahabharata
Dalam Mahabharata dikisahkan; Raja Madra yang memiliki beberapa istri, namun tidak memiliki putra. Agar mendapatkan keturunan, beliau melaksanakan homa dengan melakukan pemujaan kepada Dewi Sawitri. Berkat upayanya itu, beliau mendapatkan seorang putri, dan diberi nama Dewi Sawitri. Kelak ketika pernikahannya dengan Setyawan juga dilakukan upacara homa atas nasehat Rsi Naradha, untuk memohon keselamatan perkawinan mereka. Kekuatan mantra homa dan kesetiaan Sawitri mampu menunda kematian Setyawan pada tahun berikutnya.

Upacara homa juga dilakukan oleh Raja Puru, yang asapnya mampu menuntun roh ayahandanya, Raja Jayate, menuju Indraloka. 
Hal semacam ini juga dilakukan oleh Bisma untuk mengantarkan roh Pabu Vicitravirya, termasuk menyelamatkan kerajaannya dari serangan Cakradara.

Manik Angkeran
Kelahiran Manik Angkeran juga lewat prosesi homa yang dilakukan oleh Mpu Bekung. Karena ke-sidhian-an mantra yang beliau ucapkan dalam homa, sampailah mendapatkan seorang anak, maka beliau dijuluki Mpu Siddhimantra.


Rsi Canakya, mewejangkan; 
“agnihotram binaveda na ca danam bina kriyah. Na bhavena bina siddhis, tasmad bhavo hi karanam”. 
Artinya; pelajaran veda tanpa agnihotra adalah sia-sia belaka. Upacara yajha tanpa tanpa disertai dana punya tidaklah sempurna. Tanpa disertai rasa bhakti semua ini tidaklah siddhi. Oleh karena itu, yang paling penting adalah bhakti yang menjadi penyebab segala macam keberhasilan.

Berdasarkan uraian di atas, jelas tampak bahwa dua epos besar Hindu (Ramayana dan Mahabharata), memuat tentang keampuhan upacara homa tersebut, termasuk juga kisah yang terjadi di tanah Jawa. 
Selain itu, Mahabharata juga memaparkan; 
“Raja adalah orang yang paling terkenal diantara manusia, sebagai Gayatri yang paling mulia diantara mantra, demikian pula agnihotra adalah paling penting diantara upacara korban ”.


HomaYajha dalam Acara Saiva Siddhanta di Bali. 
Karya sastra yang beraliran Sivaisme (Sampradaya Saiva Siddhanta) di Bali juga banyak memuat tentang keagungan upacara homa atau agnihotra. Pandangan tersebut dapat dilihat dari sloka-sloka berikut:
Tapo yajna surambharyam akarot su va janmani aho svargam avapnoti yoge moksam avapnuyat. Bahasa Kawi-nya; kalinganya, tiga ikang karya muhara swarga; tapa, yajha, kirti. Pangawruh kaya indriya, ya tapa ngaranya. Yajha ngaranya agnihotradi kapujan Sang Hyang Siwagni pinakadinya; wineh matemahan kusala, wihara, paryangan, patani, pancuran, talaga, ityewamadi, yatika kirti ngaranya. Ikang tigang siki, ycka maphala swagra. (Lontar Agastya Parwa). 
Artinya; ada tiga perbuatan yang menyebabkan menemui sorga, yaitu; tapa, yajha, dan kirti. Mengetahui dan mengendalikan indria (dasendria) disebut tapa; yang disebut yajha utamanya adalah agnihotra, yaitu pemujaan kepada Sivagni; perbuatan/sumbangan berupa/untuk tempat-tempat suci, balai masyarakat, pertanian, pancuran, telaga (sumber air bagi masyrakat umum), dan lain-lainnya disebut kirti. Ketiganya berpahala sorga.

Kecid grhastha karmani prasamsanti vicaksanah, agnihotradikam karma tatha kecil param viduh (Siva Samhita 1:6). 
Artinya; beberapa orang bijaksana mengagungkan pelaksanaan kewajiban kepada keluarga, dan otoritas lain memandang pelaksanaan upacara agnihotra sebagai yang tertinggi. 

Kuneng ulaha sang ksatriya, umajya Sang Hyang Weda, nitya agnihotra, magawayang yajha, rumaksang rat, huninga ring wadwa, teka ring kula gotra, maweha dana, yapwan mangkana, swargapada antukanira delaha (Sarasamuscaya, 58). 
Artinya; yang harus dilakukan oleh para pemimpin, wajib mempelajari vedasenantiasa melakukan agnihotra, mengadakan upacara kebaktian, menjaga keamanan negara, mengenal bawahannya sampai sanak keluarga dan kaum kerabatnya, memberikan bantuan (modal/dana). Jika ia berbuat demikian, tingkatan alam sorga akan diperolehnya kelak.


Agmhotraphala vedadatta bhuktaphalam dhanam, ratiputraphala nari silavrtta- phalam srutam (Sarasamuscaya, 177). 
Artinya, inilah yang harus dilakukan, mempelajari veda untuk melaksanakan agnihotra; gunanya harta untukdigunakan dan disedekahkan; gunanya wanita untuk diperistri agar melahirkan keturunan, gunanya satra suci untuk diketahui dan diamalkan dalam Sila dan Acara.

Sila ngaraning mengraksacara rahayu, yajnya ngaraning manghanaken homa, tapa ngaraning umatindriyanya (Vrhaspati Tattva: 25). 
Artinya; sila artinya melakukan perbuatan baik, yajna artinya melaksanakan upacara homa, tapa artinya mengendalikan nafsu (indriya).

Suddha ngaranya enjing-enjing madhyus asuddha sarira, masurya sewana, mamuja, majapa, mahoma (Lontar Silakrama, lampiran 41). 
Artinya; bersih namanya, (jika) pagi-pagi mandi membersihkan diri, memuja Dewa Surya, melakukan pemujaan, melakukan japa, dan melaksanakan homa. 

Lontar Silakrama juga memuat tentang bhusana bagi para wiku. Sang wiku mesti abhasma, berbedak serbuk cendana atau abu kayu cendana yang dipergunakan sebagai kayu bakar dalam homa, sebagai tanda peleburan dosa, menolak bahaya (wighna), dan sebagainya.

Disebutkan pula,seorang wiku yang layak dijadikan guru, adalah yang berpegang teguh melaksanaakan ajaran Yama dan Niyama Brata. Yang sejak muda telah menunjukkan perilaku dan budi yang luhur, taat melaksanakan ajaran gurunya, taat melakukan pemujaan Suryasevana, selalu berusaha untuk mencapai kelepasan, mahir dalam melakukan pemujaan kepada Siwa, pemujaan kepada Lima Dewa Manifestasi Siva (Pancabalikrama) dan melaksanakan upacara api suci (homawidhi).

Wijam brahmaksaram sarwwam, wahnir ongkaram ewaca, swahante iti ahutwa, bhasma sesam dine-dine. 

Bahasa Kawinya; 
wruh pwa sang pandita ri kagawayanira Sang Hyang Bhasma,ya ta matangyan pamuja sira ri Sang Hyang Agni, Sang Hyang Brahma mantra sira kaharan wija ya ta pamuja nira Sang Hyang Agni, Sang Hyang Ongkara mwang Sang Hyang Swaha,sira ta kaharan apuy ya, sira pinuja Sang Pandita. Bhasma sesa Sang Hyang Apuy sowe-sowe, ya ta bhasmaakna Sang Pandita (Buana Kosa, VII: 9). 

Artinya; sang pendeta yang menguasai cara membuat bhasma (abu suci), beliau akan memuja Sang Hyang Agni. Sang Hyang Brahma Mantra sebagai bijanya, dipakai sarana pemujaan kepada Sang Hyang Agni. Sang Hyang Ongkara dan Sang Hyang Swaha sebagai apinya. Itulah yang dipuja oleh Sang Pendeta. Kemudian Sang Hyang Agni menjadi bhasma sesa, itulah yang dipakai bhasma oleh Sang Pendeta.







Blog, Updated at: November 30, 2020

Postingan Populer

Buku VPA

Harga Rp 100.000 Harga Rp 50.000

Pemesanan silahkan KLIK DISINI
Bank BNI No 0864571776 an VPA Cabang Lombok

Cari Blog Ini


vedaposhana.ashram@gmail.com


  


TRI SANDHYA




https://www.ichintb.or.id/p/blog-page_56.html

Pusat Belajar Sansekerta

Bahasa Sansekerta adalah Bahasa Weda sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Sebagai Umat Hindu sudah saatnya mengetahui dan memahami isi Kitab Suci Weda dengan belajar Bahasa Sansekerta
Ayo Belajar Bahasa Sansekerta