Oleh: Agni Premadas[1]
Ilmu
pengetahuan sangat penting bagi kehidupan manusia. Disamping
sebagai penopang hidup, penguasaan ilmu pengetahuan juga merupakan upaya untuk
merealisasikan tujuan spiritual kehidupan. Keduanya mesti berjalan selaras agar
dapat meningkatkan kualitas kesadaran dan kebijaksanaan umat Hindu.
Tujuan
penguasaan ilmu pengetahuan bagi umat Hindu adalah untuk melenyapkan kegelapan
(awidya) dalam diri dengan pedang pembedaan (wiweka) sebagaimana
telah ditunjukkan dalam Jalan Ilmu Pengetahuan (Jnana Yoga). Ilmu
pengetahuan kebijaksanaan hanya dapat diperoleh dengan penyelidikan batin yang
tiada terputus. Dimulai dengan penyelidikan terhadap sifat Tuhan,
kenyataan tentang Sang Aku (diri yang sejati) serta perubahan yang
terjadi pada saat kelahiran dan kematian.
Dalam
proses penyelidikan batin ini Svami Sathya Narayana menegaskan ada lima
pilar utama kehidupan yang mesti ditegakkan: kebenaran (satya) adalah
cinta kasih dalam pikiran; kebajikan (dharma) adalah cinta kasih dalam
tindakan; kedamaian (shanti) adalah cinta kasih dalam perasaan; cinta
kasih (prema) adalah dasar pembentukan karakter; serta tanpa kekerasan (ahimsa)
adalah cinta kasih dalam pengertian.
Pendalaman ilmu pengetahuan kebijaksanaan lebih banyak menekankan pada
penyangkalan diri serta disiplin dalam melaksanakan kewajiban sesuai tahap
kehidupan. Suatu kali ketika Ramakrishna ditanya, ”Apakah yang diajarkan
Bhagawadgita?” Beliau menjawab, “Jika engkau mengucapkan kata ‘Gita’
beberapa kali, engkau akan mulai mengatakan ‘Tagi’. Tagi berarti
seseorang yang yang telah melaksanakan penyangkalan diri. Dengan kata lain,
penyangkalan diri dan disiplin adalah jiwa ajaran Bhagawadgita.
Dalam Intisari Bhagawadgita dijelaskan bahwa seluruh ajaran
Bhagawadgita dapat diringkas dengan satu kata: mamadharma ‘kewajibanku
atau pekerjaanku’. Umat Hindu harus melaksanakan kewajiban yang telah
ditentukan sesuai dengan kemampuan serta sebaik mungkin mengerjakan tugas
sesuai dengan tahapan kehidupan. Disiplin dalam melaksanakan kewajiban berarti
menginstruksikan diri sendiri agar giat menumbuhkan kesadaran luhur. Didalam
Rgveda VII.32.9 dinyatakan: “Wahai orang-orang yang berpikiran mulia, tekun dan
bertekad keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang tinggi. Bekerjalah
dengan giat untuk mencapai tujuan. Orang yang giat dan tekun akan berhasil,
hidup bahagia dan menikmati kemakmuran. Para dewa tidak pernah menolong orang yang
bermalas-malas”. Dengan demikian, disiplin dalam penyelidikan batin yang tiada
henti, kesabaran dan ketabahan, serta ketekunan merupakan suatu keharusan dalam
menjalankan sadhana untuk meningkatkan kesadaran.
Peningkatan kualitas kesadaran itu dapat dimulai dengan sathyam (
keselarasan antara perkataan dan perbuatan), darma (kebajikan), nyaaya
(keadilan), ritam ( keselarasan antara pikiran, perkataan dan
perbuatan manusia), samyama (pengekangan diri), dan damam
(pengendalian indera). Jadi, ilmu pengetahuan kebijaksanaan dan keutamaan
sangat diperlukan agar dapat melakukan penyelidikan batin dan penyangkalan diri
secara terus menerus dengan disiplin yang tinggi (Nitisastra, V.1).
Dengan pengetahuan
kebijaksanaan akan dapat membangkitkan kesadaran akan sifat-sifat diri sendiri
yang sejati. Ilmu pengetahuan sekuler lebih berfokus pada rasionalitas, padahal
hidup membutuhkan lebih banyak kesadaran. Pendidikan modern lebih banyak
mengembangkan kecerdasan dan keterampilan, tetapi kurang memperhatikan
penggembangan kesadaran dan budi pekerti. Akibatnya, ilmu pengetahuan dalam
sistem pendidikan modern yang bersifat material belum berhasil membangkitkan
kesadaran umat.
Oleh karenanya perlu
keselarasan kehidupan material dan spiritual agar penguasaan ilmu pengetahuan
tersebut tidak hanya menjadi sumber nafkah dan penopang hidup, tetapi
juga sebagai wujud pemujaan pada Tuhan.
[1] Ketua
Litbang Veda Poshana Ashram, Ketua Yayasan Dvipantara Samskrtam dan Dosen
Universitas Warmadewa Denpasar