Dikompilasi dari berbagai sumber oleh
Acharya Rishi Sadhu Giriramananda
Dewayana alias Uttarayana merupakan proses perjalanan roh setelah kematian pada sang yogi yang menekuni dyana / meditasi atau disebut juga jalan Pengetahuan / jnana agni. Sedangkan Pitrayana dengan jalan Daksinayana itu, diasosiasikan sang manawa yang lebih dominan pada jalan perbuatan / karma .
Dewayana dan Pitrayana itu merupakan paramater buah kerohanian yang berbeda alias tidak sama. Tahapan perjalanan roh itu dominan ditentukan tingkah laku, kesucian, cinta kasih, shadana intensif sang manawa ketika masih hidup berbadan wadag di dunia ini.
Mengutip Chaandogya Upanisad , (Bab 10 : 1, 2, 3, 5, 6 , 7 dan 10 )
- Tad ya ittham viduh , ye ceme’ ranye sraddhaa tapa ity upaasate , te’ reisam abhisambhavanti , arciso’ hah , ahna aapuuryamaana paksam, aapuuryamaana paksaad yaan sad udann eti maasaams taan.
“Demikianlah mereka yang mengerti memasuki hutan samadi, atas dasar tapasya dan sraddha, akan pergi kepada sinar, dari sinar kepada hari, dari hari kepada tengah bulan terang, dari setengah bulan kepada enam bulan pada matahari bergerak ke utara atau Uttarayana"
- Maasebhyah samvatsaram , samvatsaraad aadityam, adityac candramasam, candramaso vidyutam, tat puruso ‘ maanavah , sa enaam brahma gamayati , esa deva yeenah panthaa iti.
“Dari bulan bulan ini sampai tahun, dari tahun sampai matahari, dari matahari ke bulan, dari bulan kepada kilat. Ini sudah wujud niskala paramjyotir , kemudian membawa kepada Brahman, inilah jalan menuju dewata, Dewa yana.
- Atha ya ime graama istaapurte dattam ity upaasate, te dhuumam abhisambhavanti, dhuumaad raatrim, raatrer apara paksam apara paksaad yaan sad daksinaiti maasams taan, naite samvatsaram abhipraapnuvanti.
“Tetapi bagi mereka yang pada lingkungan hidup desa, kota, menjalankan hidup penuh yadnya, melakukan perbuatan untuk kepentingan umum dan berderma, mereka akan pergi melewati asap, dari asap kepada malam, dari malam setengah bulan gelap tanpa bulan, dari sini kepada matahari yang bergerak ke selatan / Daksinayana , akan tetapi tidak sampai tahun.
- Tasmin yaavat sampaatam usitvaa’ thaitam evaadhvaanam punar nivartante yathenam aakaasam , aakaasad vaayum, vayur bhuutva dhuumo bhavati, dhuumo bhuutva bhram bhavati.
“Setelah berdiam disana sepanjang masih ada sisa dari perbuatan baik, mereka kembali lagi menuju jalan itu, dari mana mereka menjadi angksa, dari angkasa menjadi udara, dari udara menjadi asap, setelah menjadi asap menjadi embun.
- Abhram bhuutvaa megho bhavati , megho bhutvaa pravarsati, ta iha vriihi yavaa osadhi vanaspatayas tila maasaa iti jaayante, ato vai khalu durnisprapataram , yo yo hy annam atti yo retah sinncati tad bhuuta eva bhavati.
“Setelah menjadi embun, menjadi mendung lalu turunlah hujan. Mereka kembali dilahirkan di sini, namun ada jadi beras, gandum, pepohonan, tanaman jamu, pohon buah dan kacang kacangan. Dari sini pelepasan akan menjadi sangat sukar bagi siapapun yang menyantap makanan dan memetik buah, dia akan menjadi seperti dia. Namun pelepasan akan lebih mudah dalam wujud manusia.
- Tad ya iha ramaniya caranaah , anhyaaso ha yet te ramaniiiyam yonim aapadyeran, brahmana yonim vaa ksatriya yonim vaa vaisya yonim va atha ya iha kapuuya caranaah abhyaaso ha yat te kapuuyaam yonim aapadyeran sva yonim vaa suukara yonim vaa candaala yonim vaa.
“Mereka yang melakukan perbutan baik di sini akan memperoleh kelahiran yang baik, kelahiran sebagai Brahmana, kelahiran sebagai seorang Ksatriya, kelahiran Vaisya. Namun mereka yang perbuatanya jahat, kelahirannya sebagai anjing, babi atau candaala.
- Atha ha ya etaan evam panncaagnim veda, na saha tair apy aacaram paapmanaa lipyate suddhah puutah punya loko bhavati ya evam veda, ya evam veda.
"Namun dia yang mengerti kelima api ini. (Kelima Api / Pancaagnim yang dimaksud adalah : 1. Alam Semesta, 2. Dewa Hujan/ Padjanyo, 3. Pertiwi, Bhumi, 4. Hakekat Diri Manusia, 5. Wanita,) Dia tidak akan tercemar oleh kejahatan, bahkan walau dia bergaul dengan mereka. Dia menjadi murni, bersih, memperoleh dunia kebajikan, yaa demikian dia yang mengerti Pancaagni itu"
Pada Bhagawad Gita, VIII.24 , disabdakan Sri Krishna kepada Arjuna, menguatkan dari Chaandogya Upanisad.di atas :
Agnir jyotir ahah suklahSan masa Uttarayanam Tatra prayata gacchanti Brahma Brahma Vido janah
“Api, cahaya, siang hari, dua minggu yang terang , enam bulan dikala Mentari bergerak ke Utara - Uttarayana- sang yogi meninggalkan raganya pada saat saat itu, mereka yang kenal dengan Hyang Maha Abadi akan pergi ke Brahman.
Kemudian Bhagawad Gita , VIII. 25.
Dhumo ratris tatha Krishnah San masa Daksinayanam Tatra candramasam jyotirYogi prapya nivartate.
“Asap malam hari, begitu juga malam dua minggu yang gelap, enam bulan sewaktu Matahari bergerak ke selatan - Daksinayana, meninggalkan raga pada waktu itu, para yogi itu akan mencapai cahaya Sang Rembulan dan akan kembali lagi.
Bhagawad Gita VIII. 28
Vedesu yajnesu tapahsu Caiva Danesu yat punya phalam pradistamAtyeti tat sarvam idam viditva Yogi param sthanam upaiti cadyam
“Seorang yogi yang mengetahui hal itu, maka jasa nya dianggap melampui semua jasa, yang didapatkan dari mempelajari Veda Veda, dari pengorbanan (Yadnya) Dana ( pemberian amal ) bertapa, (lakukan tapa brata yoga dyana samadi) , maka ia akan pergi ke Maha Agung Yang Abadi, - mencapai alam yang penuh kedamaian dan karunia.
Bhagawad Gita memberikan solusi, pada Bab VIII. 13.
Om iti Ekaksaram Brahma Vyaharam mam anusmaran Yah prayati tyajan deham Sa yati paramam gatim
“Sang yogi yang menyebut satu kata “Om” yang adalah Sang Brahman Yang Abadi, hidup di Dalam Ku, aspek yang sempurna adalah Brahman, maka sang Yogi pada saat meninggalnya akan pergi ke Tujuan Tertinggi.
Tentang meditasi omkara, Om atau Omkara juga diharapkan di Mudaka Upanisad. Meditasi omkara diterjemahkan seperti seseorang memanah. Sabda Brahma omkara itu adalah busur nya. Sedangkan anak panah nya adalah Atma. Sebagai target atau sasarannya adalah Brahman. Jadi sang yogi diharapkan melakukan konstruksi meditasi pada omkara menunggalkan Atma lebur dengan Brahma dengan suntuk meditasi pada om.
Ada lagi, metode Tantra Shiva Shidanta. Sistem meditasi ini dengan mengekplore tujuh cakra dari Muladara, Swadistana, Manipura, Anahata, Visuda, Adnya dan Sahasrara dengan sistematis mengucapkan om na ma si va ya si va ya na ma om.
Panca akasara Om Na Ma Si Va Ya itulah sebagai wahana dari Atma. Atman dibawa dari Muladara menuju Sahasrara melewati kundalini - ida pinggala sushumna - kendaraan bermuatan Atma menuju Bindu. Setelah sampai Bindu di Sahasrara kemudian ditunggalkan / dikawinkan dengan Nadha atau Purusha, sebagai representasi Atma lebur dengan Paramatma di Sahasrara Cakra. Dengan meditasi itu sang yogi mencapai immortal/ keabadian.
Acharya Rishi Sadhu Giriramananda