Mengenal Veda Poshana Ashram (VPA)

Profil Singkat
Veda Poshana Ashram (VPA)  


·     Awal Kemunculan Kembali
Pada awal tahun 1990-an sebuah ritual mulai dirintis pelaksanaannya di kalangan masyarakat Bali, Jawa, Lombok, Kalimantan, dan Sulawesi. Ritual itu adalah Agnihotra yang pada awal kemunculannya kembali pada masa itu merupakan kegiatan ritual yang pelaksanaannya masih sangat terbatas, hanya dipraktikan pada beberapa tempat  dan  kelompok spiritual tertentu saja.
Padahal pada era sebelumnya, yakni   pada era Kerajaan Dalem Waturenggong di Bali (1400-1500 M)  ritual yang murni berlandaskan pada ajaran Veda ini telah pernah  dilaksanakan.  Hanya karena terjadi kesalahan kecil yang berakibat pada kebakaran  di  sekitar tempat pemujaan kala itu, Agnihotra lalu dilarang dilakukan di seluruh kerajaan. Sebagai gantinya, raja menitahkan untuk membuat pasepan kecil/ api takepan sebagai sarana simbolis pengganti ritual Agnihotra masih dianut dan diyakini oleh masyarakat hingga tahun 1990-an.
Sejarah pelaksanaan ritual Agnihotra berdasarkan beberapa temuan peninggalan sejarah purbakala (arkeologi) dan tradisi yang hidup dalam masyarakat Bali, memperlihatkan bukti-bukti yang sangat jelas bahwa di berbagai tempat di Bali, kegiatan ritual ini sudah dilaksanakan secara rutin.  Beberapa peninggalan purbakala tersebut adalah sebagai berikut :
Lobang api (Yajñaśala atau Vedi) tempat dilaksanakannya ūpacāra Agnihotra. Peninggalan berupa lobang tempat api unggun itu adalah Yajñakunda (Yajñaśala) dikuatkan pula dengan adanya lobang api di bagian atap sebagai ventilasi keluarnya asap dari tempat dilangsungkannya ūpacāra Agnihotra. 

Tempat atau lobang api ini dapat pula kita saksikan di salah satu Gua Pura Gunung Kawi yang diyakini oleh penduduk sebagai Geria Brahmana terdapat sebuah lobang dalam sebuah altar di tengah-tengah gua, yang rupanya dikelilingi duduk oleh pelaksana ūpacāra Agnihotra. Nama-nama seperti Keren, Kehen, Hyang Api Hyang Agni (Hyang Geni) dan Śala menunjukkan tempat yang berkaitan dengan dilangsungkannya ūpacāra Agnihotra.
Upacāra Agnihotra terakhir terjadi pada masa kerajaan Klungkung di bawah raja Dalem Waturenggong di Istana raja Gelgel dengan purohita Mpu Astapaka bersama Danghyang Dwijendra. Saat itu, ketika pelaksanaan ūpacāra Agnihotra berlangsung, kobaran api menjadi begitu besar dan meninggi hingga melalap atap panggung tempat ūpacāra sehingga mengakibatkan kebakaran. Oleh karenanya sejak itu raja memerintahkan untuk melaksanakan ūpacāra Agnihotra yang kecil dan sederhana saja yang kemudian terus mengerdil dengan menggantinya dengan menggunakan pasepan (padupan) saja.
Sehingga lama kelamaan, tradisi melaksanakan ūpacāra Agnihotra itupun hanya dikenal oleh para pandita saja, bahkan sesudahnya karena proses waktu, banyak dari pemangku yang bahkan tidak mengetahui asal mula dari penggunaan pasepan itu sehingga nyaris bahwa ritual Agnihotra atau pemujaan kepada dewa agni ini semakin memudar dan tak dikenal di Bali. Sedangkan daksina juga diperlukan dalam prosesi persembahan Agnihotra yang dipimpin oleh sang dwijati, pemangku, hotri, homaka   (http://sejarahharirayahindu.blogspot.co.id/2012/03/agnihotra.html)
Wajar saja pada pada awal tahun 1990-an itu,   ritual Api Suci Agnihotra Weda itu belum sepopuler sekarang yang nyaris tiap hari dilaksanakan utamanya di seluruh  Bali  bahkan luar Bali. Sangat beralasan Agnihotra itu menjadi ritual kesehariaan dewasa ini. Sukses itu tidak lepas  dengan eksistensi   Yayasan  Veda Poshana Ashram yang awalnya dibentuk  Bali Homa Yadnya, 1999  yang merupakan cikal bakal alias embrio  Veda Poshana Ashram  Pusat. Hingga saat ini VPA Pusat  telah mengantarkan  hotri dan hotraka sebanyak 168  telah menjalani dwijati menjadi pandita agni/ sulinggih,. Sehingga tidak heran  setiap hari nyaris tidak ada hari tanpa  Agnihotra bahkan kecendrungan pelaksanaan belakangan adalah  Homa Yadnya.
Sejatinya, memang perubahan itu yang  abadi. Benar perubahan itu  sifatnya immortal. Siapa pun tidak bisa membendung  sekaligus    menghalangi  ‘Perubahan” itu sendiri.  Dalam design rta – hukum kekal alam semesta –  semua yang ada ini  substansinya semata mata merupakan    kehendak Hyang Widhi Wasa. Karena itu,     pas  kalimat  ‘’what ever will be will be’’  – apa yang terjadi pasti terjadi tanpa siapa pun juga   bisa mencegah kreasi ‘Sang Kala’  dengan segenap perubahannya yang dinamis.
 Demikian halnya dinamika berkembangan  Agnihotra yang  kemudian  justru lebih banyak   mengadopsi praktek Homa Yadnya.  Seperti dimaklumi, bila Agnihotra  dominan  memposisikan  Dewa Agni sebagai segalanya pada ritual kuno itu. Sedangkan Homayadnya,  merupakan  solusi  sinergi tidak saja mantra mantra Agni dan Dewa Agni  yang didudukan sebagai purohita, tetapi  juga mengakses mantra –mantra  sesuai iswadewata /dewa puajaannya, seperti Ganesh, Laksmi, Durga, Narayana, Tantra Budha  dan juga Shiva.
Belakangan ini malah  berkembang pesat   puja abhiseka  Ganesh,  abhiseka linggam, mengucapkan Sri Rudram namakam- chamakam selain Shivahoma menggunakan mantra mantra gayatri shiva dan lain lain. Jika  disimak, perkembangan di Bali  suatu  metode ritual  produk Weda purba nan suci  ini    progres berkembangannya  sudah   sangat  pesat. Faktanya homa yadnya  saat ini dilakukan  secara massif  oleh   para sulinggih, pandita, hotri dan hotraka  sejak  1994-an di Pulau Seribu Pura ini.

·     Masa Perkembangan

Melalui  Yayasan  yang mengapresiasi ajaran kuno nan suci Weda,  terbentuk  Veda Poshana Ashram (VPA) Pusat. Yayasan yang bergerak dibidang  spiritual ini  resmi dikukuhkan 2012.  Tokoh-tokoh  sebagai Badan Pendirinya yang sudah mendahului kita , bisa disebut    Ida Pedanda  Nabe Gede Ketut Sebali  Tianyar Arimbawa. Sebagai sang mentor,  Ida Nabe saat itu dipercaya  sebagai  Ketua Yayasan Bali Homa Yadnya.  Beliau benar benar sebagai leader yang tangguh dan cerdas.  Tidak heran,  Ida Nabe mengantarkan   upacara ritual versi Weda ini berkembang sangat pesat  dan   luar biasa. Hasilnya,  tidak saja  homa yadnya ini tersebar secara lokal di Bali dengan massif   juga  menasional. Sukses itu tidak lepas dengan strategi   membentuk kader kader Sulinggih. Pandita, Hotri dan Hotraka dengan suatu gebrakan  mengejutkan kala itu melalui  diksa massal yang sudah dimulai  2005. Selanjutnya dilakukan hal yang sama 2009 tiga tahun kemudian   2012 dan periode ke-IV   2015 dua tahun lalu di Geria Teges Amlapura, tempat kediaman Ida Nabe,  dan periode V, 3 Desember tahun 2017 di Geria Santabana Desa Payuk Bangli.
Selain   tokoh-tokoh itu   yang tidak kurang andilnya  dalam pertumbuhan  Yayasan Bali  Homa Yadnya  yang kemudian menjadi VPA Pusat  adalah    Prof Dr. Wayan  Jendra, SU  Ir. Ida Pinandita   Nilon , Selain    tokoh-tokoh   di atas yang sudah mendahului kita, juga   figur-figur  yang  eksis ‘’ mengawal “  ritual  itu  hingga saat ini yakni  Ida Acharya Yogananda, Ida Bhagawan NabeYogananda,   Ida  Nabe Bhagawan  Wira Kusuma, Ida Reshi Satya Prema Agni,  Acharya Rishi Sadhu Giriramananda,  Pandit  Dewa  Made Mudita, Prabu Eddy Wira Atmaja, Ida Sri Ganehswara, Ida Agni Baskara, Pendeta Agni Naradha  Swamitra,  Pandita Sri Mpu Ganeswhara,  Ide Nabe Bhagawan Yogananda,  setelah itu dalam perkembangannya muncul tokoh yang tidak kalah luar biasa kontribusinya  Ida  Pandita Mpu Nabe Maha Bhirudaksa. Beliau adalah mentor  diksa massal pertama 2005.  
 Bagaimanapun sejarah itu perlu disampaikan sebagai  kenyataan kebenaran. .   Sebagai  review  masa lalu,  pelaku pelaku utama saat itu paling tidak bisa dikenang melalui profile singkat ini.  Dalam  aplikasi riil dan   membumi    ritual api suci ala Weda itu  sesungguhnya  dapat dikategorikan   mulai memasyarakat sudah sejak  1994 silam.   Merebaknya Homa Yadnya tidak lepas   inisiatif yang dilakukan  Ketua  Sai Stuty Grup Indonesia Tjok Raka Pemajun  yang  menyelenggarakan homayadnya di Merajannya Jalan Wr  Supratman selama 21 hari. Ketika itu Ida Rishi Satya Prema Agni,  Pandit Dewa Mudita,  Acharya Rishi Sadhu Giriramanada, Ida Pandita Ganeswhara, Wayan Sorga,  Guru Anom Putra, Pinandita Dukuh Batubuah, Gung Suryanta Sena Putra, termasuk Ida Bhagawan Wira Kusuma  ikut  ambil bagian secara serius pada  ritual itu. 
Homayadnya  di merajannya Tjok Pemajun itu,   kemudian benar-benar  menjadi  inspirasi dan motivasi , kami ketika itu belum menikah yang difasilitasi Ida Resi Satya Prema Agni, dengan mobil tuanya Toyota Hiace,   membawa rombongan kecil melakukan  homa yadnya ke tempat tempat suci keliling Bali. Vibrasi Homayadnya benar benar membuat semangat  kami dalam usia di bawah 30 tahun kecuali Dewa Mudita 45 tahun. Selanjutnya   membuat gebrakan  melaksanakaan Homa Yadnya tidak terputus selama tiga hari alias 72 jam .  Metodenya bergiliran sebagai hotri tunggal kadang dua orang,    sehingga Homanya bisa tidak terputus  saat itu dilaksanakan   di rumahnya Pak Eddy Purnomo di Batubulan. Tokoh tokoh berperan  yang  menjadi bagian sejarah  itu adalah  Giriramananda, Dewa Mudita,   Wayan Sumatra, Putu Gojanarko, Wayan Sorga, Guru Anom, Nyoman Dana,  Ketut Alit Suastika. Kemudian sebelum  ulang tahun Bhagawan Satya Sai Baba 23 November 1994, dilaksanakan 42 hari  Homa Yadnya dengan 1000 kali gayatri mantra  setiap pagi hari  oleh tim hotri  formasi di atas  yakni sembilan kali di rumah Pak Eddy Purnomo , kemudian di rumahnya Guru Anom Putra  32 kali  dan puncak  bertepatann dengan HUT  Bhagawan di Center  Widya Sabha  Tegeh Kori sekali. .
Bukan saja melalui  homayadnya memuja Dewa Pujaan/Istaa Dewata    dilaksanakan  di tempat suci saja. Juga  diaplikasi dalam prosesi  pernikahan. Saat itu  bertepatan Perayaan  RamNamami  --Kelahiran Sri Rama -- 9 April 1995   tercatat   saya,  Giriramananda  melangsungkan pernikahan  dengan Maheswari  menggunakan upacara suci   Homa Yadnya  pertama kali. Kemudian disusul  Dewa Mudita dan Laksmi,   melakukan hal yang sama. Dalam  kurun itu  kondisinya tidak sebebas  sekarang ini. Ada masa kucing kucingan , umpet umpetan  namun laju tetap Homa Yadnya   terus   berkembang pesat dan siapapun tidak bisa membendung lajunya  di Bali. Nyata nya dimana mana dilaksanakan  homa yadnya   bahkan  hingga  kini  telah disucikan    209 sulinggih, pandita, hotri dan hotraka  yang embas/lahir   melalui  dwijati / diksa massal.  yang diyakini bukan saja sangat  efisien juga  efektif. 

·     Diksa Massal

Di tengah kental nya pakem tradisi, ‘’gebrakan  dashyat’’   yang dilakukan VPA Pusat, lewat  keberanian sang Mentor Ida Nabe Gede Ketut  Sebali Tianyar Arimbawa,   telah menjalankan diksa massal masing-masing tahun   2005, 2009 , 2012  hingga 2015  jadi sudah dilaksanakan  diksa massal untuk empat angkatan. Action  riil dan membumi itu   yang dilakukan pada tokoh tokoh  sentral  itu   tidak terhindarkan   mendapat resistensi    diberi ‘’cap’’ miring .  Macam-macam persepsi yang tidak menerima gebrakan  dwijati massal itu, dari   tidak  sesuai   ‘uger uger’, nyeleneh  dan lain lain.  Mereka tidak memberi apresiasi positif,  beranjak  dari persepsi   pelaksanaanya diksa massal itu   dianggap  tidak sinergis  dengan kondisi sosial  yang masih  kental dengan   pakem trandisi yang dianut.  
Tetapi, bagaimanapun gebrakan VPA Pusat itu   yang telah  ‘mengembas’’ melahirkan   sulinggih, pandita, hotri dan hotraka melalui prosesi dwijati/diksa massal itu telah  menjadikan penekun penekun spiritual yang mengadopsi dan  mengimplementasikan kemurnian --  sastra, yantra, mudra, mantra dan tantra ---  ala weda, itu   telah bisa menjalankan swadharma nya dengan baik di seantero negeri. Seperti yang kita lihat sekarang, sulinggih, pandita, hotri dan hotraka  sudah menjalaankan swadarmanya dengan tanpa ganggung  bahkan di Papua, Sulawesi, Jawa, Sumantra bahkan Kalimantan.
Sehingga homa yadnya  saat ini sudah sangat pupuler sekali. Malah Homa Yadnya ini sudah dijadikan tradisi harian  di  Kelompok Media terbesar di Bali yang mengakomasi HomaYadnya  sebagai bagian ritual dwaita.  Malah masyarakat sendiri  sudah  mulai  mengaplikasikan yadnya kuno Weda ini di  berbagai ritual. Tercatat dari prosesi   melaspas,  ngadegang Ganesha, pawiwahan,  upacara menek kelih, potong gigi,   bahkan hingga ngaben,  mamukur, pitra puja,  ngelinggihan pitara,  bahkan  upacara  selamatan atas suatu keberhasilan,  juga  tidak sedikit  mengaplikasikan   ritual suci  homa yadnya ini.    

·     Organisasi Veda Poshana Ashram

Veda Poshana Ashram sebagai lembaga penegak ajaran Veda menjalankan tugas pokok dan fungsi untuk melayani umat dalam mempelajari dan mengimplementasikan pengetahuan Veda.  Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya itu Veda Poshana Ashram tetap berlandaskan pada Lima Pilar yaitu Kebenaran (Sathya), Kebajikan (Dharma), Kedamaian (Shanti), Cinta Kasih (Prema) dan Tanpa kekerasan (Ahimsa).
Cakupan program dan kegiatan Veda Poshana Ashram meliputi tiga BIRO sebagai Pusat Perhatian (Focus of Interest) yaitu: Biro Sosial, Biro Kemanusiaan dan Biro Agama. Untuk menunjang Program dan Kegiatan masing-masing BIRO yang menjadi pusat perhatian Veda Poshana Ashram itu, maka Veda Poshana Ashram dilengkapi dengan bidang-bidang terkait yaitu:
  1. DIVISI SOSIAL meliputi:
·       Bidang Dharmasevaka
·       Bidang Kesejahteraan       
·       Bidang Penelitian dan Pengembangan
·       Bidang Kewirausahaan

  1. DIVISIS KEMANUSIAAN meliputi:
·       Bidang Pendidikan
·       Bidang Kesehatan
·       Bidang Hubungan Masyarakat
·       Bidang Perempuan dan Anak-anak

  1. DIVISI AGAMA meliputi:
·       Bidang Ritual dan Spiritual
·       Bidang Kerjasama Lintas Agama                                              

4.    PUSAT STUDI meliputi :
·       Pusat Studi Veda Bhagavan Kṛṣṇa Dvipayana Vyasa
·       Pusat Studi Tantra Oṁkara Jñana Sidhanta
·       Pusat Studi Sūrya Mahājñana Sidhanta
Untuk bisa memberikan panduan terhadap sistem organisasi dan manajemen, program dan kegiatan, telah dimiliki  PERATURAN ORGANISASI Veda Poshana Ashram.
Pimpinan Pusat (PP) Veda Poshana Ashram berkedudukan sementara di Denpasar dan sesuai perkembangan organisasi akan berkedudukan di Jakarta.  Veda Poshana Ashram Pusat menaungi beberapa Pimpinan Daerah (PD) Veda Posahana Ashram  dan Pimpinan Daerah Veda Poshana Ashram menaungi beberapa Pimpinan Cabang (PC) Veda Poshana Ashram.
Sampai dengan tahun 2018 Pimpinan Pusat Veda Poshana Ashram sudah memiliki 23 PC yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Bali dan Lombok.


Blog, Updated at: Oktober 15, 2019

Postingan Populer

Buku VPA

Harga Rp 100.000 Harga Rp 50.000

Pemesanan silahkan KLIK DISINI
Bank BNI No 0864571776 an VPA Cabang Lombok

Cari Blog Ini


vedaposhana.ashram@gmail.com


  


TRI SANDHYA




https://www.ichintb.or.id/p/blog-page_56.html

Pusat Belajar Sansekerta

Bahasa Sansekerta adalah Bahasa Weda sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Sebagai Umat Hindu sudah saatnya mengetahui dan memahami isi Kitab Suci Weda dengan belajar Bahasa Sansekerta
Ayo Belajar Bahasa Sansekerta