Sarana
Upacara Tertinggi Tradisi Hindu
Dalam
tradisi Surya Sewana atau Surya Upasana, sarana yang dibutuhkan adalah
Pancopacara Puja, lima elemen unsur alam semesta, sebagai berikut:
1. 1. Deepa atau Api, sebagai perlambang api
2.
2. Dhupa atau asep harum, sebagai perlambang
vayu/angin
3.
3. Puspha
atau bunga, sebagai perlambang pertiwi/tanah
4.
4. Gandham
atau serbuk harum, sebagai perlambang akasa/ether
5.
5. Naiwedyam
atau persembahan, yang utama adalah air atau buah buahan yang banyak mengandung
air, sebagai perlambang air
Dalam
tradisi pemujaan Surya atau Agni yang lebih besar, yakni Navagraha atau
Nawasanga, dipergunakan Daksina (Nusantara) atau Kumba (India), makna dan
fungsinya sama saja.
Makna
Daksina dari beberapa sudut sebagai berikut:
1.
1. Daksina
sebagai Daksina lingga, yang merupakan symbol alam semesta, symbol lingga atau
kedudukan Dewata yang diundang hadir dalam sebuah persembahyangan atau upacara.
2.
2. Daksina
sebagai penunjuk arah selatan, yakni arah dimulainya sebuah upacara, yakni
kedudukan dari Dewa Brahma/Agni, asal mula alam material.
3.
3. Daksina
sebagai Diksa, yakni ahli dalam Ilmu Pengetahuan Weda, Panditha.
4.
4. Daksina
sebagai Danapunia untuk pemimpin upacara, yakni sebagai penyeimbang
material-spiritual.
Jadi
Daksina adalah merupakan sarana tertinggi dalam upacara yadnya tradisi Weda,
sehingga sarana-sarana yang lainnya hanya sebagai aksesoris tambahan saja atau
aksesoris tradisi adat daerah setempat yang bukan merupakan tradisi Weda.
Dakşiņa
sebagai lambang Bhuvāna Sthāna Hyang Widhi Wasa, dibentuk sbb:
1.
Bebedogan: dibuat dari daun janur seperti sangku dengan sebeh di tepinya,
melambangkan Pŗthivī.
2. Serobong
Dakşiņa: dibuat dari daun janur, tanpa tepi atas dan bawah, lambang Ākāśa yang
tanpa tepi.
3.Porosan/Puruşa,
terdiri dari lima unsur: sirih (Vişņu), kapur (Iśvara), pinang (Brahma), Gambir
(Mahādeva), Tembakau (Iśana); lambang Pañca-Devata. Kalau tidak ada bahan-bahan
tersebut bisa diganti dengan lima unsur yang lain yang mewakili unsur Panca
Dewata seperti lima warna dasar dalam kain ataupun bunga, lima warna biji
bijian.
4.Segenggam
beras, lambang sifat tamah yang mengikat setiap ciptaan Tuhan.
5.Uang upakara
pañca-dhātu: melambangkan sifat rajah; dari uang logam/kepeng.
6.Benang/kapas:
sifat sattvam yang menyertai setiap ciptaan Tuhan.
7.Tampak:
dibuat dari empat helai janur atau daun disilang hingga membentuk padma.
8.Kelapa,
lambang bhuvana agung dari Sapta-Patala hingga Sapta Loka, sebaiknya dikupas
hingga halus, bebas dari serabut, karena serabut kelapa melambangkan ikatan
indria kita terhadap alam material.
9.Telor
itik dengan urung ketipat taluh, lambang bhuvana alit yang menghuni bumi ini.
Bila tidak ada telor bisa diganti dengan buah-buahan yang bulat, yang
strukturnya menyerupai telor seperti tingkih/kemiri
10.
Gegantusan, lambang penghuni dunia ini lahir berulang-ulang seseuai dengan
tingkatan karmanya.
11.
Pisang, lambang keinginan/harapan agar Tuhan mengabulkanya.
12.Tebu,
lambang soma, minuman kekekalan para Dewa, lambang anugrah Tuhan.
13.
Disisipkan bagian belakang atas, camara atau dendeng-ai, lambang Sang Hyang
Sūrya / Aditya.
14.
Susunan bunga didepan camara, bukan disusuni canang; lambang persembahan yang
suci dan ikhlas.
Dengan
begitu mulianya makna symbol Daksina, buat apa lagi kita membuat banten
yang besar-besar? Buat apa lagi kita membuat sanggar Surya kalau memang
di daksina itu sendiri sudah ada lambang surya? Semua itu hanyalah pemborosan
belaka dan berpeluang sebagai sumber bisnis yang tidak pada tempatnya.
Mari kita
kembali kepada Weda, tradisi luhur umat manusia, yang sangat sederhana.
Lombok, 10
Februari 2017
Dikumpulkan
oleh,
SHRI
ANANTADAMAR GANACHAKRA